Joyo Darsono, sangat bangga menjadi abdi dalem/pelayan di Keraton Yogyakarta. Sebab dia dipercayai Sultan Keraton Yogyakarta dan mendapatkan kepuasan batin. Tentu, boleh bangga menjadi abdi dalem, namun tidak ada abdi dalem yang mewarisi tahta kerajaan. Hanya anak (atau keluarga)Sultan yang pasti mewarisinya. Buktinya, Sultan Hamengku Buwono VII, VIII, IX dan ke X, adalah satu keturunan.
Manakah lebih baik, menjadi “hamba” Allah atau “anak” Allah? Dan, apakah pewaris surga untuk Hamba Allah atau anak Allah?
Makna Manusia Menjadi “Hamba Allah” Menurut Al-Quran
Islam percaya bahwa relasi manusia dan Allah SWT adalah hubungan seorang hamba/’abid dengan tuannya. Hamba harus senantiasa taat dengan ikhlas sepenuh hati pada tuannya. “Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah . . .” (Qs 4:125). Padahal selama kita masih mengharapkan sorga, ketundukan kita tidak dapat ikhlas sepenuhnya.
“Hamba Allah” Tidak Pasti Menjadi Pewaris Surga
Karena relasi tuan-hamba, para Mukmin dinilai berdasarkan amalnya. Jika perbuatan baik mereka lebih banyak dari dosa-dosanya, maka masuk sorga. Sebaliknya, jika dosa mereka lebih banyak daripada kebaikannya, maka masuk neraka (Qs 18:48-49,103-106).
Akibat relasi tuan-hamba, para Mukmin tidak pasti mendapat warisan sorga. Itulah sebabnya para Mukmin selalu berkata “insya Allah”, “mudah-mudahan”, “semoga” dan “allahu alam/hanya Allah SWT yang tahu.” Tepatlah Kitab Allah menuliskan bahwa “hamba” tidak memperoleh warisan sorga (Injil, Surat Galatia 4:7).
Makna “Anak Allah”, Menurut Kitab Allah
Injil mengajarkan konsep anak Allah. Melalui kematian-Nya di kayu salib, Isa mengangkat setiap orang yang percaya kepada-Nya menjadi anak Allah. “… semua orang yang menerima-Nya [Isa Al-Masih] diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, … yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah” (Injil, Rasul Besar Yohanes 1:12-13).
“Anak Allah” Pasti Menjadi Pewaris Surga
Tujuan pengangkatan anak ini ialah agar umat-Nya “… menjadi ahli waris Kerajaan [sorga] yang telah dijanjikan-Nya kepada barangsiapa yang mengasihi Dia” (Injil, Surat Rasul Besar Yakobus 2:5). Bukankah orang tua kita membagikan warisannya kepada anak-anaknya, dan bukan kepada pembantunya? Terlebih lagi Allah, memberikan warisan sorga dan hidup kekal hanya kepada anak-anak-Nya.
Karena penilaian seorang hamba Allah SWT adalah amalnya, maka para Mukmin tidak pasti menjadi pewaris surga. Sebaliknya, anak Allah beroleh pengampunan dosa dan pewaris surga karena karya penyelamatan Isa Al-Masih.
Saudara dapat berdoa mohon pengampunan dosa kepada Isa Al-Masih, supaya menjadi anak Allah secara rohani dan mewarisi kehidupan kekal di sorga.
Fokus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Mengapa menjadi hamba Allah tidak mempunyai hak menjadi pewaris surga?
- Sekarang mana yang Saudara pilih, menjadi “hamba Allah” atau “anak Allah”? Berikan alasan pilihan Saudara!
- Mengapa konsep anak Allah lebih baik dari konsep budak Allah?
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Artikel Terkait
Berikut ini link-link yang berhubungan dengan artikel di atas. Jika Anda berminat, silahkan klik pada link-link berikut:
- Lebih Baik Hidup Sebagai “Anak” Ataukah “Hamba” Allah?
- Budak Allah Atau Anak Allah, Mana Yang Lebih Baik?
- Mengapa Orang Kristen Memanggil Allah Sebagai “Bapa”?
- Ke Sorga, Mengapa Tidak Cukup Menjadi Kekasih Allah?
- Ceritera Inspiratif Yatim Bagi Mukmin Dan Nasrani
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
~
Saudara Staf IDI yang saya hormati,
Saya minta maaf jika ada perbuatan saya yang tidak sopan. Dari judul topik di atas, menurut saya kurang enak dilihat karena diberi keterangan dalam kurung yaitu (Islam) dan (Kristen). Jika komentar saya mengganggu, silahkan dihapus. Syalom
~
Saudara Boas,
Kami sangat berterimakasih untuk pendapat saudara. Kami menghargainya. Kami akan mempertimbangkan hal itu. Walaupun sesungguhnya pemahaman itu melekat dalam kedua agama tersebut.
~
Solihin
~
Apakah tujuan Allah menciptakan manusia untuk menjadi ahli waris Kerajaan Sorga? Apakah itu artinya Allah bisa mangkat dari kerajaan lalu digantikan oleh manusia? Jika bukan seperti itu berarti jabatan ahli waris tersebut hanya jabatan semu bermakna kiasan saja.
Alasan kenapa Muslim menggunakan istilah “hamba” dan bukan “anak” karena banyak manusia sering salah mengartikan makna “anak” tersebut. Menjadi seorang anak seharusnya selalu patuh pada nasehat orang tua, dalam hal ini patuh terhadap sang Pencipta. Tidak sedikit manusia akhirnya menjadi sombong karena merasa sebagai anak Allah, merasa sangat dikasihi hingga merasa paling suci. Muslim lebih memilih istilah “hamba” karena identik dengan kepatuhan dan kerendahan hati.
~
Saudara Muslim,
Saya memiliki anak, tetapi saya memerhatikan bahwa ia seringkali tidak patuh sepenuhnya. Ini adalah gambaran dan realita hidup manusia di hadapan Allah. Apakah manusia bisa taat sepenuhnya kepada Allah? Apakah saudara bisa taat sepenuhnya pada Allah? Apakah saudara tidak pernah berbuat dosa? Kami yakin tidak mungkin. Semua manusia berdosa.
Oleh sebab itu, hamba tidak memiliki hak atas keselamatan sehingga hanya dapat berkata “mudah-mudahan”. Sedangkan anak adalah ahli waris yang pasti akan mewarisi kepunyaan bapaknya. Ini adalah gambarannya. Pertanyaannya adalah mengapa menjadi hamba Allah tidak pasti mendapat warisan sorga? Bagaimana?
~
Solihin
*****
1. Jujur saya sebagai Muslim tidak berani berkata pasti saya masuk surga karena itu sudah melewati haknya Allah. Terlalu sombong kalau saya mengatakan saya pasti masuk surga, yang saya lakukan hanya terus beribadah dan mengharapkan ridhanya Allah.
2. Saya akan tetap menjadi Hamba Allah karena Allah yang menciptakan saya. Sudah seharusnya saya menjadi seorang hamba yang taat terhadap perintah-perintah Allah.
3. Untuk nomor 3 anda terlalu kasar mengatakan budak, tapi tidak apa-apa itu hak anda karena anda yang punya forum ini. Bukannya Anak Allah itu untuk nabi Isa?
*****
Saudara Fatih,
Terimakasih untuk tanggapan saudara. Ijinkan kami menanggapi.
1. Kami setuju dengan saudara terlalu sombong menyatakan masuk sorga bila Allah tidak pernah menyatakannya. Isa Al-Masih memberikan kepastian kepada orang yang percaya kepada-Nya sehingga masuk sorga. Bagaimana dengan saudara? Apakah kitab saudara menjamin saudara masuk sorga?
2. Idealnya memang seorang hamba harus taat pada Allah. Tetapi apakah saudara selalu taat pada Tuhan? Kami yakin tidak. Pertanyaannya, seorang hamba tidak mempunyai hak untuk mewarisi miliki tuannya, bagaimana saudara dapat masuk sorga-Nya?
3. Hamba dan budak adalah istilah yang sama. Namun, kata ‘budak’ menggambarkan bahwa ia tidak memiliki hak apapun termasuk terhadap dirinya sendiri karena ia adalah milik tuannya sehingga ia harus taat dan tunduk sepenuhnya.
~
Solihin
~
To: Staff IDI,
1. Menjadi hamba Allah tidak pasti mendapat warisan sorga karena seorang hamba tidak memiliki hubungan darah dengan Tuannya. Demikian pula dengan hamba Allah, namun syukur kepada Allah yang karena Yesus Kristus telah mengangkat manusia yang percaya kepada-Nya menjadi anak-Nya bahkan dijadikan-Nya sebagai biji mata Tuhan. Begitu berharganya.
2. Yang saya pilih adalah saya ingin menjadi anak Allah karena memiliki hubungan darah dan tentunya memiliki sifat genetika yang sama.
3. Konsep anak Allah lebih baik dari konsep budak Allah karena anak Allah memiliki hak untuk duduk bersama dengan Allah, sedangkan budak Allah tidak memiliki hak untuk duduk dengan Allah.
*****
Saudara Andreas,
Kami berterimakasih untuk tanggapan saudara. Kami berharap ini memberikan pencerahan.
~
Solihin
~
Menjadi suatu tanda tanya, mengapa Muslim sendiri yang memposisikan diri sebagai hamba. Padahal Allah sejak awal memanggil manusia sebagai anak-anaknya. Apa yang disampaikan oleh Muslim di atas, adalah salah total. Yang berpredikat anak-anak Allah tidak pernah membunuh manusia sambil menyebut Nama Allah. Tetapi yang berpredikat hamba Allah, kok bisa membunuh sambil menyebut nama Allah? Ada apa ini? Justru anak-anak Allah diajari kasih, sebaliknya hamba Allah diajari membunuh kafir. Ada apa bung?
Selidiki Al-Quran apakah benar dia wahyu dari Tuhan sejati? Sebab Al-Quran sendiri mengakui sebagai perkataan rasul yang mulia (Qs 69:40). Selidiki sejarah pembukuan Al-Quran, Ustman bakar Al-Quran, lalu Al-Quran dimakan kambing.
~
Saudara Ismail,
Kami berterimakasih untuk tanggapan saudara. Kami berharap hal ini semakin jelas bahwa lebih baik menjadi anak Allah daripada hamba Allah.
~
Solihin
~
Ismail,
Mari kita berargumen sederhana, apa beda hamba dengan anak? Hamba punya kewajiban mematuhi segala kewajiban dan menjauhi larangan Tuhannya, mungkin sama dengan anak kepada bapaknya. Tetapi yang membedakan adalah hamba berkewajiban pula menyembah Tuhannya, mengagungkannya dan tidak boleh menyekutukannya. Artinya level hamba dan Allah tidak setara, hamba di bawah Allah.
Anak, apakah wajib menyembah bapaknya? Kalau wajib berarti hubungannya bukan anak dengan bapak, tetapi Hamba dan Allah. Apa ada di dunia ini, bapak mewajibkan anaknya untuk menyembahnya? Tidak ada, kecuali bapak yang stres. Wong mereka setara koq. Kalau kamu mempermasalahkan penulisan Al-Quran, mengapa kamu tidak mengkritisi mengapa ada penulis alkitab yang tidak jelas identitasnya?
~
Saudara Dreadz,
Kami berterimakasih untuk argumen saudara. Pada dasarnya kami setuju dengan argumen saudara bahwa hamba mempunyai kewajiban, tetapi saudara tidak menyinggung soal anak dengan porsi yang sama. Kami akan menambahkan perbedaan yang lain antara hamba dengan anak, yaitu anak memiliki hak waris, sedangkan hamba tidak sama sekali.
Pengikut Isa Al-Masih diangkat menjadi anak Allah sehingga memiliki kepastian masuk sorga. Sedangkan umat Islam adalah hamba Allah yang tidak memiliki kepastian masuk sorga sehingga yang muncul adalah kata-kata ‘insya Allah’. Pertanyaannya, dengan memerhatikan perbedaan itu, manakah yang lebih baik menjadi anak Allah atau hamba Allah? Mengapa?
~
Solihin
~
Predikat hamba seorang Muslim, tidak sesuai dengan kelakuannya. Kenyataannya predikat anak lebih menghamba, karena dibekali oleh ajaran kasih. Tetapi Muslim malah berlaku sebagai tuan, main paksa, benci kafir. Itulah sebabnya tidak ada keselamatan dalam Islam. Barang siapa datang dalam keadaan berdosa ia telah diliputi oleh dosanya maka ia kekal di neraka. Tak ada yang bisa lolos karena setiap manusia pasti berdosa.
~
Saudara Ismail,
Tampaknya saudara melakukan pengamatan yang mendetail terhadap Islam. Kami berterimakasih untuk hal itu. Semoga ini menjadi bahan pertimbangan.
~
Solihin
~
Ismail,
Silakan bicara fakta kalo mengikuti logikamu, siapa yang paling banyak melakukan pembunuhan di muka bumi ini? Menurutmu orang yang dinamakan Hamba Allah atau Anak Allah? Silakan lihat dari abad pertengahan, PD1, PD 2 sampai dengan sekarang, siapa yang paling banyak melakukan pembunuhan?
Bom Atom di Hiroshima dan Nagasaki, jutaan (sekali lagi jutaan) rakyat Irak tewas karena perintah dari Bush karena isu WMD yang tidak terbukti kebenarannya. Belum lagi di Indonesia, ratusan tahun dijajah, siapa bisa menghitung korban dari kita. Apa kamu sengaja melupakan itu? Kami hanya mengetahui kekacauan di Timteng sekarang, sementara pembunuhan-pembunuhan masal terdahulu bahkan sampai dengan sekarang dari orang yang kategori anak allah kamu abaikan. Yang adil dan pakai dasar kalau bicara.
~
Saudara Dreadz,
Tampaknya diskusi mulai bergeser ke arah yang lain. Kami mengajak saudara untuk kembali ke topik. Esensi artikel di atas menekankan status yang berujung pada kepastian keselamatan yang diperoleh. Sebagaimana telah kami singgung dalam komentar di atas bahwa hamba tidak memiliki kepastian masuk sorga, sedangkan anak memiliki hak waris untuk masuk sorga. Bagaimana saudara memandang perbedaan itu? Mengapa kitab saudara tidak memberikan kepastian masuk sorga kepada saudara?
~
Solihin
~
To: Muslim,
Kata Al-Quran, jika anda datang dalam keadaan berdosa, anda telah diliputi oleh dosa, maka anda kekal di neraka. Muslim tidak punya juru selamat untuk membebaskan mereka dari neraka. Siapa yang membebaskan Muslim dari neraka? Karena alloh bukanlah juru selamat. Muslim butuh juru selamat. Untuk lepas dari kekal di neraka. Kadang-kadang Muslim mau bertindak menyelamatkan diri sendiri tapi ini mustahil, sebab Muhammad sudah mengakui melalui Hadits Sahih Muslim no. 5024.
~
Saudara Ismail,
Kami setuju dengan saudara bahwa orang yang berdosa tidak bisa masuk sorga sehingga ia membutuhkan Juruselamat. Terimakasih untuk tanggapan saudara.
~
Solihin
~
Dreadz,
Mari kembali ke topic. Pertanyaannya sederhana, orang yang menyembah kepada Allah disebut apa? Hamba atau anak? Apakah anak harus menyembah bapaknya? Mengapa di dunia ini saya tidak pernah tahu ada bapak memerintahkan anaknya menyembahnya? Kecuali bapak yang stress
Tanggap: Allah adalah Bapa kita, Allah adalah Roh. Oleh sebab itu, sembahlah Allah dalam Roh dan kebenaran. Apa bukti Muslim menyembah Allah? Yang ada kalian mnyembah batu hitam yang ada di Kabah. Klaim boleh bro, lihat bukti. Jangan sekedar teori saja hasilnya nol. Kalian menyembah Allah? Kenyataan bunuh kafir sambil menyebut nama Allah, apa ini menyembah Allah? Tidak bro malah menghina Allah.
~
Saudara Ismail,
Kami ingin menambahkan sedikit dari penjelasan saudara. Bila kita berbicara tentang anak, maka kita sedang berbicara tentang relasi. Itulah sebabnya, pengikut Isa Al-Masih diangkat menjadi anak supaya memiliki relasi dengan Bapa. Tentu kita tetap menyembah-Nya, tetapi tidak sekedar menyembah karena kita memiliki relasi sehingga kita dapat berkomunikasi dan berelasi dengan-Nya. Terimakasih untuk tanggapan saudara.
~
Solihin
~
Kesalahan Staf IDI: 1. Menyamakan Allah dengan seorang sultan yang hanya seorang khalifah. 2. Menganggap seorang hamba lebih rendah dari seorang anak bukti adanya diskriminasi. 3. Menganggap seorang anak pasti masuk sorga sedangkan seorang hamba belum tentu masuk sorga bukti amal saleh diabaikan umat Kristen.
~
Saudara Mantan Kafir,
Kami berterimakasih untuk tanggapan saudara. Kami ingin bertanya kepada saudara. Bagian mana dari artikel di atas yang menyebutkan kami menyamakan sultan dengan Allah? Menurut saudara, apakah kedudukan hamba sama dengan kedudukan anak ditinjau dari status? Mengapa kitab saudara tidak memberikan kepastian masuk sorga, tetapi kepastian masuk neraka (Qs 19:71)? Bagaimana?
~
Solihin
~
Mantan Kafir,
Baca Hadits Sahih Muslim no. 5042. Belajar dulu bro, sebelum jadi mantan.
~
Saudara Ismail,
Bolehkah kami memohonkan sesuatu? Kami berharap saudara dapat mengutip hadits tersebut sehingga pengunjung yang lain mengetahui, bukan sekedar menyebutkan sumbernya. Terimakasih sebelumnya.
~
Solihin
~
Staf IDI/Solihin,
Menganggap seorang hamba lebih rendah dari seorang anak bukti adanya diskriminasi. Dalam Alkitab kedudukan hamba sejajar dengan anak. Yohanes 18:36, “Jawab Yesus: ‘Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini’.” Di situ disebut Hamba-Ku bukan anak-Ku.
Klaim sebagai anak Allah bukan hanya milik Kristen tapi juga milik Israel. Kel 4:22, “Maka engkau harus berkata kepada Firaun: Beginilah firman TUHAN: Israel ialah anak-Ku, anak-Ku yang sulung.” Lantas siapa anak Allah sebenarnya? Orang Israel atau orang Kristen?
~
Saudara Mantan Kafir,
Kami senang karena saudara mengutip ayat Alkitab. Kami berharap saudara semakin terpesona pada Pribadi Isa Al-Masih. Kami ingin bertanya kepada saudara. Bagian mana dari Injil, Rasul Besar Yohanes 18:36 yang menyatakan kedudukan hamba sama dengan kedudukan anak?
Dalam sebuah keluarga, ada anak sulung, anak kedua, anak bungsu. Artinya hal yang sama bisa diberlakukan dalam Taurat, Keluaran 4:22. Israel memang anak sulung, tetapi pengikut Isa Al-Masih diangkat menjadi anak sehingga kedudukannya sama. Tetapi berbeda kedudukan hamba dengan kedudukan anak. Apakah saudara berpikir pembantu atau pekerja di rumah saudara adalah sama dengan anak saudara dari segi status? Apakah pembantu saudara memiliki hak yang sama dengan anak saudara? Coba saudara renungkan hal itu. Bagaimana?
~
Solihin
~
Kita memanggil Allah sebagai Bapa, pertama-tama karena Tuhan Yesus sendiri yang mengajarkannya. Ketika para rasul-Nya bertanya bagaimana caranya berdoa, maka Kristus mengajarkan doa Bapa Kami (lih. Mat 6:9-13; Luk 11:2-4), dan dengan demikian memanggil Allah sebagai “Bapa”. Sebelumnya, dalam khotbah di bukit, Yesus mengajarkan agar kita berusaha untuk hidup sempurna, sama seperti Allah Bapa yang di sorga adalah sempurna (lih. Mat 5:48).
~
Saudara Ismail,
Kami berterimakasih untuk penjelasan saudara. Kami berharap hal ini semakin jelas bagi pengunjung situs ini.
~
Solihin
~
Ismail,
Tidak perlu dikotomi antara rahmat Allah dengan amal saleh. Keduanya seperti dua sisi uang logam. Rahmat Allah tidak akan datang tanpa amal saleh. Amal saleh tanpa rahmat dari Allah akan sia-sia. Amal saleh harus dilakukan lillahi ta’ala. Sedangkan bagaimana dengan klaim anak Allah lantas tiba-tiba bisa menduduki tempat di sorga? Bukankan ini bertentangan dengan Mat 5:20?
~
Saudara Mantan Kafir,
Menulis: Rahmat Allah tidak akan datang tanpa amal saleh
Kami kira Allah memberikan rahmat-Nya bukan karena amal saudara. Benarkah amal saudara dapat menjamin saudara mendapatkan rahmat Allah? Hadits meriwayatkannya. “Dari Jabir r.a katanya dia mendengar Nabi Saw. bersabda: “Bukan amal seseorang yang memasukkannya ke Surga atau melepaskannya dari neraka, termasuk juga aku, tetapi ialah semata-mata rahmat Allah Swt belaka” (HSM 2412-2414).
Artinya amal tidak mendapat tempat yang penting. Ini menjelaskan bahwa keselamatan semata-mata karena rahmat Allah dan kita tidak perlu melakukan manipulasi dengan berbuat amal supaya mendapat rahmat Allah. Pertanyaannya, mengapa manakah lebih baik menjadi anak atau hamba? Mengapa?
~
Solihin
~
Mantan kafir,
Nabi anda mengatakan amal saleh tidak menjamin. Apakah anda juga membantahnya?
~
Saudara Ismail,
Hadits sendiri memberikan keterangan berbeda soal amal. Oleh sebab itu, kami setuju bila saudara mengkonfirmasi hal ini. Terimakasih untuk tanggapan saudara.
~
Solihin
~
To: Ismail,
Saya kasih tahu agar mendapat rahmat. “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang maruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Qs 9:71).
~
Saudara Cari Ilmu,
Benarkah umat Islam akan mendapatkan rahmat? Kita tidak tahu secara pasti. Sebab kitab saudara sudah memastikan bahwa saudara dan umat Islam lain akan masuk neraka. Mohon simak ayat berikut ini. “Dan tidak ada seorangpun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan” (Qs 19:71).
Bagaimana Allah memberikan rahmat bila saudara sudah dipastikan masuk neraka? Pertanyaannya, manakah lebih baik menjadi hamba yang tidak memiliki kepastian keselamatan atau anak yang memiliki hak waris? Mengapa?
~
Solihin
~
To: Cari Ilmu,
Menurut nabi anda amal saleh tidak menjamin, sedangkan menurut Al-Quran menjamin, lalu mana yang benar? Mengapa bisa berbeda? Alloh dan nabi kurang selaras nih. Lalu bagaimana anda bisa selamat dari neraka, kalau Al-Quran mengatakan orang berdosa kekal di neraka? Ayo jawab bro, anda tentu berdosa, kan? Anda butuh juru selamat bro. Jangan keras kepala. Tidak ada jalan keselamatan dalam Islam. Bagaimana saudara?
~
Saudara Ismail,
Memang ada pertentangan di dalamnya. Hal ini yang perlu diselidiki umat Islam. Mengapa? Terimakasih untuk tanggapan saudara.
~
Solihin
~
Kalau orang-orang Kristen disebut anak-anak Allah, mengapa masih ada orang Kristen yang terkena musibah/bencana /penyakit/penderitaan dsb?
~
Saudara Aldi,
Sebuah pertanyaan yang bagus sekali. Umat Kristen dan agama lain masih tinggal di dunia. Dunia yang rusak ini pasti memberikan dampak terhadap penghuninya, termasuk orang Kristen. Oleh sebab itu, musibah, bencana, penyakit, dan penderitaan tidak dapat dielakkan. Namun, kabar gembira untuk setiap orang yang percaya pada Isa Al-Masih adalah sekalipun mereka mengalami semua itu, hal itu tidak akan mengubah status mereka sebagai anak Allah. Mereka memiliki kepastian masuk sorga.
Bagaimana dengan saudara? Mengapa seorang hamba tidak memiliki kepastian masuk sorga? Mengapa kitab saudara pun tidak memberikan kepastian ini? Bagaimana?
~
Solihin
~
Ismail,
Saya setuju, artinya percaya Yesus sebagai Tuhan dan juru selamat lalu mengikuti perintah-Nya, inilah makna anak-anak Allah. Sehingga beroleh jaminan surga. Tanpa Juru selamat, mustahil kita mencapai surga bung.
Jawab: Percaya Yesus sebagai “Tuhan” adalah embel-embel anda. Apakah Yesus pernah mengklaim dirinya Tuhan? Tentang Juru selamat baca: Kis 13:23, “Dan dari keturunannyalah, sesuai dengan yang telah dijanjikan-Nya, Allah telah membangkitkan Juruselamat bagi orang Israel, yaitu Yesus.” Lagi-lagi Israel yang disebut, bukan bangsa Indonesia, Amerika, apalagi bangsa Italia tempatnya Paus bertahta.
~
Saudara Mantan Kafir,
Kami senang karena saudara semakin sering mengutip ayat Alkitab. Kami berharap saudara memperoleh pencerahan melaluinya. Memang benar bahwa Allah telah berjanji kepada bangsa Israel bahwa Juruselamat akan datang dari bangsa itu. Oleh sebab itu, Israel adalah anak sulung, sedangkan bangsa-bangsa lain yang menerima Isa Al-Masih sebagai Tuhan dan Juruselamat diangkat menjadi anak.
Pertanyaannya, manakah lebih baik menjadi hamba atau anak? Mengapa tidak ada kepastian keselamatan untuk hamba? Mengapa juga kitab saudara tidak memberikan kepastian selamat, tetapi kepastian masuk neraka (Qs 19:71)?
~
Solihin