• Skip to primary navigation
  • Skip to main content
  • Skip to primary sidebar
  • Skip to footer
Isa Dan Islam
  • Awal
  • Maksud Situs Ini
    • Tentang Kami
    • Isa dan Al-Fatihah
    • Daftar Artikel
  • Jalan ke Surga
  • Artikel
  • Media
  • Kitab Suci
  • Hubungi Kami
  • Al-Fatihah
Isa Dan Islam > Artikel > Ajaran Isa dan Islam > Sifat Allah > Menjadi Hamba Allah atau Anak Allah, Mana yang Terbaik?

Menjadi Hamba Allah atau Anak Allah, Mana yang Terbaik?

10 Oktober 2016 oleh Web Administrator 519 Komentar

lukisan sekelompok budak sedang bekerja sebagai ilustrasi perbedaan menjadi hamba allah dan anak allah

Fauzan rindu menjadi Mukmin. Ia ingin mendapatkan status menjadi “hamba Allah.” Ia berusaha hidup taat walau kadang banyak kelemahan.

Fauzan adalah remaja pria yang ingin tahu cara menjadi hamba Allah yang taat dan terbaik agar mendapatkan kasih Allah.  

Apakah Anda seperti Fauzan yang ingin mendapatkan kasih Allah? Mari kita lihat pencarian Fauzan akan hal ini.

Merindukan Status “Menjadi Hamba Allah” 

Fauzan banyak bertanya kepada teman dan ahli agama. Banyak sekali yang menyatakan hakikat manusia utama adalah mendapat status sebagai hamba Allah.

Banyak ayat Al-Quran menyatakan hal ini. Contohnya: “Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Quran kepada hamba-Nya” (Qs 25:1). Nabi Islam juga mendapat sebutan “hamba Allah” (Qs 72:19).

Lebih lanjut ada ayat yang meminta manusia untuk menyembah Allah sebagai hamba. “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah (sebagai hamba) dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya . . .” (Qs 98:5).

Ayat Suci Yang Mengubah Cara Pandang Fauzan

Satu kali Fauzan mendengar informasi dari temannya. Ia mendengar cerita di kitab Allah yang membuatnya kagum.

Berikut ini kisahnya (Injil, Lukas 15:11-24, parafrasa):

“Ada seorang ayah mempunyai dua anak laki-laki. Si bungsu tiba-tiba datang dan meminta pembagian warisan. Padahal sang ayah masih hidup. 

Lalu anak bungsu itu pergi ke negeri jauh untuk hidup berfoya-foya. Sampai hartanya habis dan timbul bencana kelaparan. Iapun melarat dan bekerja sebagai penjaga babi. 

Keadaan makin parah, sampai satu saat anak bungsu ini kelaparan. Ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi. Namun tidak seorangpun yang memberikan kepadanya. 

Lalu ia menyadari keadaannya. Dalam keterpurukan ia mau kembali ke rumah ayahnya. Dalam takut dan rasa bersalah ia berniat kembali sebagai “hamba” bukan “anak.”  

Namun, ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia. Lalu merangkul dan menciumnya.  

Bahkan ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: ‘Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik. Pakaikanlah itu kepadanya. Kenakanlah cincin pada jarinya. Juga sepatu pada kakinya. Ambillah anak lembu tambun. Marilah kita makan dan bersukacita. Sebab anakku telah mati dan menjadi hidup kembali. Ia telah hilang dan didapat kembali.’”

Ayat-ayat ini menggambarkan kasih Allah bagi manusia berdosa. Anak yang penuh dosa itu sebenarnya puas menjadi hamba. Ia merasa tidak layak. Namun, rahmat Allah menerimanya sebagai anak.

Beda Pola Pikir “Hamba Allah” dan “Anak Allah”

Kisah ini menggelisahkan Fauzan. Ia melihat perbedaan pola pikir antara status menjadi hamba Allah dengan anak Allah. 

Jika orang bisa memilih menjadi hamba Allah atau anak Allah, pastilah memilih menjadi anak Allah. Perhatikan beberapa perbedaan ini: 

1. Hak-hak hamba

ayah dan anakSecara umum, status menjadi hamba mempunyai hak terbatas. Mereka hanya bekerja atau mengabdi pada tuannya. 

Hamba tidak mendapat warisan sama sekali. Mereka hanya mendapat upah pekerjaan.

Kebanyakan hamba dan tuan tidak punya hubungan yang erat. Karena hanya sebatas pekerjaan saja.

Juga hubungan berdasarkan kepercayaan terbatas. Sesuai hasil pekerjaan. Jika ada pelanggaran maka pasti ada sanksinya.

2. Hak-hak anak

Sebaliknya anak memiliki banyak hak. Anak adalah anggota keluarga. Pasti mendapatkan warisan dari orang tua.

Kasih dan kepercayaan adalah dasar hubungan ayah dan anak. Anak mematuhi perintah ayahnya karena mengasihi dan ingin membahagiakannya.

Anak taat bukan karena merasa takut. Juga bukan agar mendapatkan kasih ayahnya. Tetapi, karena ayahnya telah mengasihinya. Sehingga menjadi bagian dari bakti dan ucapan syukur anak.

Memang ayah bisa menghukum anaknya. Namun, itu terjadi karena sang ayah ingin yang terbaik untuk anak tersebut.

Pilihlah Yang Terbaik Bagi Diri Anda!

ayah dan anak ilustrasi menjadi anak allah yang mendapatkan hak waris dari allahFauzan mendengar bahwa Allah menyediakan jalan melalui Isa Al-Masih. Allah sangat mengasihi manusia. Ia mau menerima manusia bukan saja sebagai hamba melainkan juga sebagai anak.

“Allah yang telah mengasihi kita. Ia mengutus Anak-Nya [Isa Al-Masih/Kalimatullah] sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. Supaya semua orang yang menerima-Nya [Isa Al-Masih] menjadi anak-anak Allah. Dan menjadi ahli waris Kerajaan [surga]” (Injil, 1 Yohanes 4:9-10, Yohanes 1:12-13, Yakobus 2:5, parafrasa).

Fauzan senang karena adalah kehormatan besar ia bisa mendapat status “anak Allah” lebih baik daripada menjadi hamba Allah. Ia merasakan penerimaan dan kasih Allah. Fauzan hidup dalam ucapan syukur. 

Menjadi “hamba Allah” ataukah “anak Allah” yang Anda inginkan? Jika ingin mengalami kasih Allah dan jaminan surga-Nya, jadilah anak Allah dengan percaya kepada Isa Al-Masih! 

[Staf Isa dan Islam – Untuk masukan atau pertanyaan mengenai artikel ini, silakan mengirim email kepada Staff Isa dan Islam.]

 


Fokus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca

Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:

  1. Menurut Saudara mengapa menjadi anak Allah lebih baik bahkan terbaik?
  2. Manakah yang Saudara pilih, menjadi hamba Allah yang dinilai ketaatannya, atau anak Allah yang beroleh kasih dan jaminan surga dari Allah? Mengapa?
  3. Mengapa Isa berkuasa menghapus dosa-dosa manusia dan menjadikan kita anak-anak Allah?

Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.

Artikel Terkait

Berikut ini dua link yang berhubungan dengan artikel “Menjadi Hamba Allah atau Anak Allah, Mana yang Terbaik?” Jika Anda berminat, silakan klik pada link-link berikut:

  1. Mengapa Sebaiknya Muslim Mengenal Allah Sebagai “Bapa”?
  2. Pewaris Surga: Untuk “Hamba Allah” (Islam) Atau “Anak Allah” (Kristen)?
  3. Dapatkah Isa Al-Masih Menanggung Dosa Manusia?

Video:

  1. LEBIH BAIK MENJADI BUDAK ALLAH ATAU ANAK ALLAH?

Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”

 

Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel ini, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini. atau SMS ke: 0812-8100-0718

Bagikan Artikel Ini:

Share on Facebook Share on Twitter Share on WhatsApp Share on Email Share on SMS

Ditempatkan di bawah: Ajaran Isa dan Islam, Sifat Allah

Subscribe
Beritahulah
519 Comments
Paling lama
Terbaru
Inline Feedbacks
Baca Semua Komentar
ian
4 Mei 2011 12:50 pm

*
Silahkan membaca surat Al Ikhlas dengan artinya, dan lebih baik lagi dengan tafsirnya. Pahami dengan akal dan hati.

Balas
staff
11 Mei 2011 6:57 am
Balasan ke  ian

~
Terima kasih Saudara Ian untuk tanggapan ini. Dalam surat Al-Ikhlas ini kami menemukan bahwa Allah kita adalah Allah yang esa.

Dan kata ‘esa’ ternyata berarti: ‘satu yang terdiri dari satu kesatuan’.
~
CA

Balas
Mikha
8 Mei 2011 6:01 pm

*
Saya lebih senang dan bangga menjadi hamba Tuhan daripada menjadi anak Tuhan. Karena tidak masuk akal Tuhan ada istrinya, kakaknya, adiknya, dan ada anak-anak yang lain.

Balas
staff
11 Mei 2011 7:05 am
Balasan ke  Mikha

~
Saudara Mikha, tentu saja adalah lelucon belaka jika dikatakan bahwa Allah memiliki anak secara jasmani, dan kemudian bahkan istri, kakak, paman, tante, dan lain sebagainya.

Saudara Mikha tentu saja sudah salah mengerti akan konsep ‘Anak Allah’ yang dianut oleh umat Kristiani.

Konsep ‘Anak Allah’ sama sekali bukan berarti bahwa Allah melakukan suatu hubungan pernikahan dengan Maryam, dan untuk kemudian mereka melahirkan Isa Al-Masih sebagai anak. Hal ini sungguh menjijikkan bagi kami.

Konsep ‘Anak Allah’ bagi kami adalah bahwa Isa Al-Masih itu adalah mewakili Allah secara sepenuhnya di dalam setiap firman dan tindakan-Nya. Isa Al-Masih menyatakan Allah yang tidak kelihatan itu di dalam diri-Nya, sebagai ‘tanda yang besar’ dari Allah bagi semesta alam (Qs 21:91).

Inilah konsep ‘Anak Allah’ yang dianut oleh seluruh umat Kristiani. Sama sekali tidak ada unsur ‘anak’ secara lahiriah.

Saudara tentunya bisa setuju terhadap konsep ‘Anak Allah’ ini, bukan?
~
CA

Balas
Swara
15 Juni 2011 10:55 am

*
Istilah “hamba Allah” lahir dalam kondisi masyarakat jahiliah Arab yang terpecah bersuku-suku, serta mengenal kelas sosial terendah yaitu kelas hamba sahaya (budak). Istilah ini nyatanya telah berhasil membawa umat Islam untuk menyadari bahwa mereka sama kedudukannya di hadapan Allah. Kesadaran Egalitarian ini nyatanya menjadi syarat terbentuk nya masyarakat yang modern dan telah berhasil menyatukan masyarakat Arab Jahiliah hanya dalam waktu 23 tahun di bawah kepemimpinan Muhammad Saw.

Sedangkan Istilah ‘Anak Allah’ nyatanya telah membuat umat Kristiani terjebak dalam spekulasi teologis: Trinitas yang kontroversial.

Balas
staff
20 Juni 2011 6:12 am
Balasan ke  Swara

~
Saudara Swara, perlu Saudara ketahui bahwa istilah “Anak Allah” tidak pernah menjadi masalah bagi umat Nasrani atau pengikut Isa Al-Masih yang sejati. Sama sekali tidak pernah ada keraguan atau apalagi seperti merasa terjebak.

Yang merasa terjebak justru adalah orang-orang yang tidak mengerti tentang istilah ini. Kitab Saudara bahkan berpikir bahwa kata “Anak Allah” berarti bahwa Allah memiliki suatu hubungan dengan Maryam, dan kemudian melahirkan Isa Al-Masih. Kami tidak mengerti mengapa kitab Saudara bisa melakukan kesalahan yang demikian nyata.

Kitab Saudara bahkan menganggap bahwa Trinitas itu terdiri dari Allah, Maryam, dan Isa Al-Masih. Kitab Saudara telah salah menuduh bahwa umat Nasrani menganggap Maryam sebagai Tuhan. Tidak pernah ada umat Nasrani yang menganggap bahwa Maryam adalah Tuhan. Ini kesalahan yang nyata dalam kitab Saudara.

Jadi, yang bingung dan yang terjebak adalah bukan umat Nasrani, melainkan umat Islam sendiri.
~
CA

Balas
Swara
26 Juli 2011 8:07 am

*
Tidak ada pernyataan Yesus yang tegas dalam Injil yang menyatakan bahwa Ia sebagai Anak Tuhan adalah Allah itu sendiri, Ia tidak pernah menyatakan “Aku adalah Allah, sembahlah Aku.”

Sekali lagi, semuanya adalah imajinasi umat Kristen.

Balas
staff
23 Agustus 2011 2:21 am
Balasan ke  Swara

~
Saudara Swara,

Isa Al-Masih berkata dalam Injil, Rasul Besar Yohanes 13:13″Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan.” Dan lagi Isa Al-Masih berkata dalam Injil, Rasul Besar Yohanes 10:30 “Aku (Isa Al-Masih) dan Bapa (Allah) adalah satu.”

Dari dua ayat itu saja kita bisa mengerti apa maksud Isa Al-Masih mengatakan hal itu. Tidak mungkin Isa Al-Masih mengaku diri Tuhan Allah jika Ia bukan Tuhan. Dan tidak mungkin Isa Al-Masih berdusta. Mungkinkah seorang pendusta mengadakan mujizat bahkan mati dan bangkit bagi dosa manusia.
~
NN

Balas
JTP
19 Agustus 2011 9:10 am

*
Muhammad adalah keturunan budak, yaitu dari Ismail yang mempunyai ibu seorang budak/pembantu yaitu Hagar.

Yesus lahir lahir dari Maryam dari keturunan Ishak dari ibunya Sara. Ibunya Ismail adalah budak/pembantu dari Ibunya Ishak.

Kenapa Allah memilih Maryam yang merupakan keturunan Ishak (Tuan) menjadi ibunya Yesus, karena tidak mungkin keturunan seorang budak lahir seorang penyelamat dunia. Namun budak dan berikut keturunannya akan selalu memberontak terhadap tuannya.

Balas
koko
23 Agustus 2011 7:53 am

*
Kata “KAMI” dalam ayat-ayat Al-Quran ialah bahwa dalam melakukan sifat ke-Tuhana-nNya Allah menggunakan mahluk-Nya sebagai perantara. Jadi tidak Allah saja yang ikut berurusan dalam suatu kejadian.

Misalnya untuk menciptakan manusia, Allah menggunakan sepasang pria wanita. Dengan ijin-Nya telah ditiupkan ruh kepada rahim seorang ibu. Atau juga ketika penciptaan Nabi Isa yang lahir dari kelamin Siti Maryam. Atau juga dalam penyampaian wahyu karena menggunakan Jibril dan rasul untuk sampai kepada manusia.

Balas
staff
6 September 2011 2:32 am
Balasan ke  koko

~
Penggunaan kata “kami”, sebenarnya kurang tepat karena bisa menjadi bias dengan pengertian plural. Tetapi kata itu dapat digunakan untuk menunjukkan suatu fenomena yang berlatar hukum Tuhan dan kekuasaan Tuhan sekaligus. Dengan kata lain kata “kami” dalam Al-Quran adalah istilah “jamak kebesaran” yaitu gelar kebesaran Allah.

Yang menjadi pertanyaan, kalau umat Muslim dapat memahami kata “Kami” sebagai “jamak kebesaran” Allah, lalu apa sulitnya memahami Allah, Kalimat Allah dan Roh Allah adalah satu hakikat. Esa. Tiga oknum dalam satu Pribadi?
~
SL

Balas
ando
16 November 2011 3:23 am

*
Anak bisa tumbuh, dan sifat bisa menyerupai sang bapa. Bagi umat Muslim, kami menyadari amat sangat jauh sifat dan kuasa kita antara manusia dengan Tuhan (Allah). Kami menyadari manusia itu tidak ada apa-apanya dengan Tuhan, maka kami menyebut diri kami hamba, karena tak satupun manusia bisa memiliki sifat Tuhan secara utuh, karena hanya Allah yang mempunyai sifat Maha dalam Asmaul husna.

Balas
staff
19 November 2011 5:52 am
Balasan ke  ando

~
Saudara Ando,

Para pengikut Isa Al-Masih yang sejati memiliki hubungan yang sangat baik dengan Allah di sorga. Oleh sebab itu, mengapa kita tidak boleh memanggilnya sebagai Bapa kita? Allah itu tidak jauh. Ia senantiasa berada dekat dengan kita.

Setiap orang percaya yang benar-benar telah menerima keselamatan dalam Isa Al-Masih, mereka akan disebut sebagai anak-anak Allah, karena mereka telah menerima kuasa dari Allah.

“Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya” (Injil, Rasul Besar Yohanes 1:12)
~
SO

Balas
yanto
21 Februari 2012 6:39 am

*
Bagi saya sebagai anak maupun sebagai hamba, sama saja. Karena Allah Maha Mengetahui.

Balas
staff
29 Februari 2012 5:39 am
Balasan ke  yanto

~
Saudara Yanto,
Tidak ada yang menyangkal bahwa Allah maha mengetahui. Dan perbedaan antara anak dengan hamba, Allah pun lebih mengetahuinya. Allah tahu karena Allah yang menetapkan bahwa ahli waris adalah anak bukan hamba. Itu sebabnya disetiap suku bangsa telah menjadi kebiasaan bahwa ahli waris yang utama dari peninggalan orang tuanya adalah si anak bukan si hamba.

Ada tertulis demikian, “Tetapi semua orang yang menerima-Nya (Isa Al-Masih) diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya (Isa Al-Masih)”.(Injil, Rasul Besar Yohanes 1:12). Jadi orang yang menerima Isa Al-Masih sebagai Tuhan, dijadikan-Nya anak-anak Allah, yaitu ahli waris sorga yang kekal.

Bahkan juga tercatat dalam kitab suci saudara bahwa pengikut Isa Al-Masih dimuliakan hingga hari kiamat

“(Ingatlah), ketika Allah berfirman: “Hai `Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang selalu kamu berselisih padanya”. (Qs 3:55)
~
NN

Balas
Dudi
29 Maret 2012 6:22 pm

*
Seorang anak akan cenderung merasa sombong dan angkuh, yang pada akhirnya menjerumuskannya di dunia dan di akhirat. Bahkan tidak akan dapat lagi membedakan hal yang salah dan benar.

Sebaliknya seorang hamba akan lebih menyadari posisi dan derajatnya, hingga dapat menghindari dari rasa angkuh dan sombong yang akan menghancurkan hidupnya di dunia dan di akhirat.

Seorang hamba Allah akan berdoa dengan kerendahan hati dan rasa hormat yang tinggi, mereka selalu bersujud dan menyembah Allah Tuhannya Sang Pemilik kerajaan surga.
Sebaliknya kaum Kristen akan berdoa dengan cara yang disukainya saja. Dengan rasa tinggi hati dan merasa sangat malu untuk bersujud dan menyembah Allah seperti yg dilakukan umat Islam.

Pak tolong dijawab pertanyaan saya, bukankan umat Kristen tidak pernah menyembah Allah Bapanya karena merasa punya derajat sangat tinggi dan sangat yakin akan diterima di kerajaan surga? Bukankan itu sebuah kesombongan?

Balas
staff
3 April 2012 6:39 am
Balasan ke  Dudi

~
Saudara Dudi salah besar dengan mengatakan orang Kristen tidak pernah menyembah Allah Bapanya. Justru pengikut Isa Al-Masih diperintahkan untuk menyembah Allah Bapanya setiap saat. Bukan hanya lima kali sehari.

Firman Allah dalam kitab suci berkata, “Berdoalah setiap waktu di dalam Roh” (Injil, Surat Efesus 6:18). “dan berdoalah senantiasa” (Injil, Surat 1 Tesalonika 5:17).

Dengan melihat dua perintah dari Allah di atas, apakah masih dapat dikatakan bahwa orang Kristen tidak pernah menyembah Allah Bapanya?

Kami sebagai pengikut Isa Al-Masih tidak pernah merasa sombong. Tidak ada alasan untuk kami menjadi sombong. Sebab Keselamatan yang kami terima bukanlah hasil usaha kami, tapi pemberian Allah.

Yang kami tahu hanyalah satu hal, bahwa kelak bila Penghakiman Allah telah tiba, kami tidak akan dilemparkan ke tempat penyiksaan. Tempat di mana orang-orang tidak mengindahkan kebenaran dari Allah.
~
SO

Balas
dudi cs
10 April 2012 1:40 pm

*
“Saudara Dudi salah besar dengan mengatakan orang Kristen tidak pernah menyembah Allah Bapanya. Justru pengikut Isa Al-Masih diperintahkan untuk menyembah Allah Bapanya setiap saat. Bukan hanya lima kali sehari”

Admin tidak bisa membedakan antara berdoa dan sholat.

Balas
staff
12 April 2012 5:10 am
Balasan ke  dudi cs

~
Saudara Dudi,

Adakah yang salah dari penjelasan kami di atas? Kiranya saudara dapat menjelaskan letak kesalahannya, supaya kami dapat memperbaikinya.

Terimakasih!
~
SO

Balas
Muhammad Fadhil
23 April 2012 1:15 pm

*
Salam sejahtera kaum Nasrani.

Sesungguhnya Allah tidak memiliki anak dan tidak diperanakkan. Dialah Yang Maha Esa tempat bergantungnya segala sesuatu. Sekiranya ada Firman Allah dalam Injil maupun Al-Quran yang menyatakan bahwa Allah mengangkat ‘anak’ maka saya akan benar-benar menghormati anak tersebut. Sebutkanlah ayat apa yang menyatakan Allah mengangkat ‘anak’, jika kalian orang yang benar? Semoga kalian bukan pendusta yang nyata.

Ketahuilah bahwa kita hanyalah hamba/budak Allah, Dialah Yang Maha Tinggi, dan manusia seyogyanya sadar akan kerendahan dirinya terhadap-Nya, maka dari itulah umat Islam sujud yakni menaruh kepala sejajar dengan tanah. Di samping itu mengingatkan atas kematian diri karena pada saat sujud pandangan kita ke tanah.

Balas
staff
24 April 2012 7:25 am
Balasan ke  Muhammad Fadhil

~
Salam saudara Muhammad Fadhil,

Kami setuju dengan pernyataan saudara. Jelas Allah tidak memiliki anak secara biologis.

Islam dan Kristen mempunyai pandangan yang berbeda dalam mendefinisikan hubungan Allah dengan umat-Nya. Islam menggambarkannya seperti hubungan tuan dan budak. Islam memposisikan Allah sebagai “sosok” yang menakutkan atau harus ditakuti. Sehingga ketika datang menghadap-Nya harus terlebih dahulu melakukan ritual-ritual tertentu. Sebagaimana layaknya seorang budak datang menghadap tuannya.

Berbeda dengan Kristen. Injil mengajarkan hubungan Allah dengan umat-Nya, ibarat hubungan Bapa dengan anak. Hal ini menggambarkan suatu hubungan yang intim, yang sangat dekat antara Pencipta dengan umat-Nya. Sehingga, pada saat orang Kristen sujud menyembah Allah, itulah wujud syukur mereka. Setiap hal yang mereka lakukan, adalah bentuk syukur mereka akan kasih Allah yang telah mereka terima.

“Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya”
(Injil, Rasul Besar Yohanes 1:12).

Saudara Muhammad Fadhil, menurut saudara manakah hubungan yang lebih dekat, apakah budak dengan tuannya, atau bapa dengan anaknya?
~
SO

Balas
Muhammad Fadhil
30 Juni 2012 7:56 am

*
Hubungan yang lebih dekat antara budak dengan tuannya, atau bapa dengan anaknya, bukan dilihat dari posisi sebagai Tuan atau anak, melainkan dari pengabdian (ibadah) yang dilakukan dalam rangka menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya. Jika anak durhaka, maka boleh jadi orangtuanya akan lebih erat hubungannya dengan orang lain daripada anaknya.

Balas
staff
5 Juli 2012 2:33 am
Balasan ke  Muhammad Fadhil

~
Saudara Muhammad Fadhil,

Budak melakukan tugasnya jelas karena ia takut dimurkai tuannya, artinya apa yang dilakukan bukan atas dorongan kasih/kerelaan hati tetapi karena paksaan. Dan sebaliknya tuanya akan berbuat semena-mena terhadap budaknya.

Namun, sebagai anak tentu saja akan melakukan perintah dan menjauhi larangan bapanya yang didasari rasa kasih, bukan paksaan. Karena jelas bapa telah lebih dulu mengasihi anaknya.

Dan senakal-nakalnya anak, bapa akan tetap mengasihi anak. Bagaimana dengan saudara, ketika anak saudara nakal apakah saudara akan mencoret dari daftar keturunan saudara dan tidak mengakui lagi sebagai anak saudara? Tidak bukan!

Demikianlah hubungan yang digambarkan sebagai Bapa dan anak.
~
DA

Balas
Juli Darma Putra
11 Agustus 2012 7:37 am

*
Pertanyaan anda seolah-olah mengatakan ajaran Islam lebih jelek dari agama anda.

Itu tidak bisa dibuktikan sekarang. Itu rusan akhirat, kalau memang anda yang benar beruntunglah anda, jika Islam yang benar itu adalah rahmat Allah kepada manusia.

Balas
staff
11 Agustus 2012 12:35 pm
Balasan ke  Juli Darma Putra

~
Saudara Juli,

Satu hal yang pasti, di sini kami bukan untuk membandingkan “agama” Islam atau agama kami. Dan sepertinya, di artikel di atas pun tidak ada kalimat yang mengatakan bahwa agama Islam jelek dan yang lain bagus.

Adapun informasi yang terdapat pada artikel di atas, semua sesuai dengan isi kitab suci. Namun, bila saudara merasa ada informasi yang salah, atau saudara kurang berkenan. Kami persilakan saudara memberi pendapat atau mengoreksi.
~
SO

Balas
jimPATI
26 November 2012 2:59 pm

*
Tertulis dalam Alkitab, kalau kita percaya kepada Allah maka kita akan diangkat menjadi anak-Nya.

Apakah menurut saudara Allah memperanakan saya? Tentu tidak bukan! Tapi Allah menjadikan saya pewaris kerajaan-Nya. Jadi menurut saya sangat aneh jika ada orang memilih menjadi hamba dibanding menjadi anak. GBU

Balas
Markeso
8 Februari 2013 5:04 pm

*
Semua mahkluk adalah hamba Allah.

Balas
staff
20 Maret 2013 4:58 am
Balasan ke  Markeso

~
Benarkah semua mahkluk adalah hamba Allah? Bagaimana dengan hewan, bukankah hewan juga makhluk? Apakah hewan juga dapat disebut sebagai makhluk Allah?

Menurut KBBI, arti “hamba” adalah orang tebusan atau budak belian. Artinya: Orang yang ditebus/dibeli dengan sejumlah nilai tertentu untuk menjadi kepunyaan si pembeli dan hidup sepenuhnya bagi kepentingan si pembeli.

Dalam Kitab Suci Injil ada dua ayat yang berkaitan dengan pendefinisian ini. “Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” (Injil, Surat 1 Korintus 6:20).

“Kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar. Karena itu janganlah kamu menjadi hamba manusia” (Injil, Surat 1 Korintus 7:23).

Jadi, menurut kami yang dapat disebut sebagai hamba Allah adalah mereka yang hidupnya telah dibeli dibayar lunas oleh Isa Al-Masih melalui pengorbanan-Nya di kayu salib. Dan orang tersebut hidup untuk memuliakan Allah dan tidak menjadi hamba manusia.
~
SO

Balas
tanah karo simalem
3 Juni 2013 8:49 pm

*
Kepada staff Isadanislam, saya mengoreksi anda.

Coba anda sebutkan ayat mana dalam Al-Quran yang menyebutkan bahwa Allah Islam itu menakutkan sehingga harus ada ritual dahulu?

Anda harus membedakan kata menakutkan dengan menghormati, menghargai, dan menyucikan, sebab berbeda pemahaman jikalau anda mengatakan menakutkan.
sebutkan dalam Injil kalau Tuhan anda itu “sangat dekat” dengan anda dan pasti dapat mengabulkan semua permintaan anda?

Apa guna anda menjadi anak Tuhan kalau anda bebal tidak mengikuti perintah-Nya. Lebih baik menjadi hamba yang selalu menyembah-Nya tetapi Dia berjanji pasti memberikan balasan atas kebaikan kami!

Jadilah hamba Allah bukan hamba manusia apalagi menghambakan diri kepada Tuhan yang menjadi manusia.

Balas
staff
13 Juni 2013 6:38 am
Balasan ke  tanah karo simalem

~
Saudara Tanah Karo Simalem,

Kelekatan bapak dengan anak berbeda dengan kelekatan tuan dengan majikan. Anak yang bebal tetap statusnya sebagai anak dari bapaknya. Adakah bapak yang dapat menyangkali anak kandungnya karena kebebalan anak itu. Justru yang ada bahwa anak yang bebal ditegur, dinasihati, dipukul demi kebaikannya. Demikianlah hubungan yang intim antara anak dan bapak. Hubungan yang intim ini bukan saja mengenai pemenuhan kebutuhan materi tetapi jaminan keamanan, kasih sayang dan perhatian. Allah menjadikan diri-Nya sebagai Bapak bagi pengikut Isa Al-Masih.

Tidak demikian hubungan majikan dengan hamba. Hubungan keduanya didasarkan pada hukum timbal balik dalam kurun waktu yang disepakati bersama. Maka hamba bukan ahli waris tetapi anak adalah ahli waris.

Rupanya tujuan Allah menciptakan keluarga-keluarga di dunia ini adalah sebagai gambaran hubungan yang Ia kehendaki terjadi antara manusia dengan-Nya. Sedangakan konsep hamba dalam Islam bukan ajaran Allah tetapi sepertinya konsep ini lahir dari situasi perhambaan yang berurat akar di zaman Nabi Muhammad.
~
NN

Balas
Rojo Poso
21 Juni 2013 4:11 am

*
Dear Staf Isadanislam,

Saya memilih menjad Hamba Allah seperti Nabi Muhammad, Nabi Yesus (Isa), dan nabi-nabi sebelumnya.

Thank’s

Balas
staff
25 Juni 2013 3:38 am
Balasan ke  Rojo Poso

~
Saudara Rojo Poso,

Adalah hak saudara untuk memilih jalan hidup.

Meneladani Muhammad tidak sama dengan meneladani Isa Al-Masih. Muhammad mengajarkan poligami, perang, perbudakan, derajat wanita lebih rendah dari laki-laki, dan ketidapastian nasib di akhirat.

Ketidakpastian nasib di akhirat tersebut tertuang dalam Qs 46:9. Katakanlah: “Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu. Aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dan aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan.”

Sedangkan Isa Al-Masih suci, Ia tidak menikah dan mengharamkan pologami, pembunuhan dan perendahan gender.

Jadi tidak mungkin saudara seperti Isa Al-Masih tetapi di saat yang sama seperti Muhammad.
~
NN

Balas
Rojo Poso
26 Juni 2013 3:11 pm

*
Dear Staf IDI

Yesus mengaku hamba Allah, Dia bersujud kepada Allah. Yang adalah sikap manusia yang merendahkan diri dan menyembah kepada Tuhanya, sepengetahuan saya sujud menyetarakan keningnya dengan kakinya sendiri dan sujud adalah adalah merendahkan dirinya sendiri terhadap Tuhanya.

Tolong anda maknakan sujud yang dilakukan Yesus jika anda menganggap sujud yang dilakukan Yesus bukan bentuk penghambaan diri Yesus kepada Allah.

Thank’s.

Balas
staff
27 Juni 2013 5:59 am
Balasan ke  Rojo Poso

~
Saudara Rojo Poso,

Maaf, kami kurang mengerti dengan komentar saudara di atas. Karena sebelumnya kita bukan membahas tentang sujud. Melainkan perbedaan ajaran Isa Al-Masih dan Muhammad.

Silakan focus pada satu topik permasalahan, jangan melebar ke hal-hal lain yang membuat diskusi kita tidak terarah.
~
SO

Balas
Rojo Poso
27 Juni 2013 4:16 pm

*
Dear Staf IDI,

Ini judul artikel anda diatas ” Lebih baik Hidup sebagai “Anak” ataukah “Hamba” Allah?”

Saya menjawab “saya memilih menjadi Hamba Allah karena Muhamad dan Yesus adalah hamba Allah”, kemudian anda menjawab dengan membandingkan ajaran Muhamad dan Yesus. Saya berkomentar tentang sujud yang bisa menjelaskan siapa Yesus sebenarnya.

Menurut saya beliau adalah hamba Allah karena beliau bersujud kepada Allah. Dan jika beliau mengaku hamba Allah mana mungkin beliau berani menyatakan diri sebagai “Anak Allah” atau bahkan mengaku sebagai Allah itu sendiri. Dengan kata lain kalau dia mengaku sebagai hamba Allah kenapa ada manusia berani bertanya “memilih menjadi anak Allah atau hamba Allah? “

Thank’s

Balas
staff
12 Juli 2013 2:41 am
Balasan ke  Rojo Poso

~
Saudara Rojo Poso,

Anak adalah ahli waris sedangkan hamba bukan ahli waris. Isa Al-Masih mengajarkan kepada pengikut-Nya mengenai status yang lebih tinggi sebagai anak-anak Allah. Hal ini masuk akal sebab pertama, Allah adalah pencipta. Dia Bapa segala ciptaan. Kedua, kematian Isa Al-Masih merubah status manusia yang berdosa menjadi suci.

Isa Al-Masih mengajarkan hubungan manusia dengan Allah yang lekat bagai ayah dan anak. “Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu,” (Injil, Rasul Besar Matius 6:9).
~
NN

Balas
pisok
7 Juli 2013 10:30 am

*
To: Rojo Poso,

Dalam Alkitab, hanya ada satu ayat yang mengatakan Yesus bersujud, tapi ini bukan bukti bahwa Yesus bersujud seperti yang biasa umat Muslim lakukan dalam sembayang.

Injil Matius 26:39:

LAI TB, “Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kata-Nya: “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki”

KJV, “And he went a little farther, and fell on his face, and prayed, saying, O my Father, if it be possible, let this cup pass from me: nevertheless not as I will, but as thou wil”

TR, “και προελθων μικρον επεσεν επι προσωπον αυτου προσευχομενος και λεγων πατερ μου ει δυνατον εστιν παρελθετω απ εμου το ποτηριον τουτο πλην ουχ ως εγω θελω αλλ ως συ”

Translit, “kaiproelthôn mikron epesen epi prosôpon autou proseukhomenos kai legôn pater mou ei dunaton estin parelthetô ap emou to potêrion touto plên oukh hôs egô thelô all hôs su”

Di situ kita dapat melihat bahwa sujud yang dimaksud bukan sujud sembayang seperti umat Muslim biasa lakukan = prostra tion tapi fell on his face. Dan itu bukan berarti harus seperti hamba kepada tuannya. Apakah bisa seorang yang menurut kalian memperhamba dirinya memanggil tuannya dengan panggilan bapa/father?

Balas

Sidebar Utama

Artikel Terbaru

  • Kisah Mukmin menemukan Surga Melalui Mimpi Baik Dari Allah
  • Cara Bertaubat Dari Dosa Zina Yang Pasti Allah Terima!
  • Kisah Mukmin Saudi Mengalami Keajaiban Sembuh dari Kanker!
  • Wudhu Adalah Membersihkan Diri! Dapatkah Membersihkan Dosa?
  • Benarkah Natal Bagi Umat Islam dan Nasrani Membawa Kedamaian?

Artikel Terpopuler Bulan Ini

  • Doa-Doa yang Pasti Dikabulkan Allah
  • 4 Fakta Penting Tentang Isa Al-Masih dari Surah Al-Baqarah
  • Wudhu Adalah Membersihkan Diri! Dapatkah Membersihkan Dosa?
  • 5 Mukjizat Nabi Isa Dalam Al-Quran Yang Muslim Wajib Ketahui
  • 5 Fakta Menarik Dari Kisah Kelahiran Nabi Islam dan Isa Al-Masih

Artikel Yang Terhubung

  • Puasa Karena Taat Perintah Allah Atau Mengharap Pahala?
  • Islam atau Kristen – Manakah Agama Damai?
  • Islam Dan Kristen Bertanya: Siapa Lebih Mulia, Adam Atau Isa…
  • Siapa Yang Allah Cintai? Ajaran Al-Quran Dan Kitab Allah
  • Islam dan Kristen: Bagaimana Doa yang Pasti Dikabulkan…

Footer

Aplikasi Isa Dan Islam

Aplikasi Isa dan Islam merupakan aplikasi smartphone yang dapat Anda download GRATIS!

App Isadanislam

Renungan Berkala Isa dan Al-Fatihah

Apabila Anda ingin menerima renungan singkat setiap minggu, silakan menekan tombol di bawah ini

Renungan Berkala Isa Dan Al-Fatihah

Social Media

Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
Hak Cipta © 2009 - 2023 Dialog Agama Isa dan Islam. | Kebijakan Privasi |
Kebijakan Dalam Membalas Email
| Hubungi Kami

wpDiscuz