Khayalan saya (Sri): Mas Abdul pria yang sopan, baik hati, ganteng, dan punya pekerjaan baik. Ia juga mencintai saya dan menghormati orang tua saya. Sayangnya, ia seorang Mukmin yang taat pada agamanya.
Teman-teman menasihati agar saya jangan menikah dengan Mas Abdul. Lebih baik jangan menikah beda agama, kata mereka. Berikut lima alasan yang mereka kemukakan:
(1) Agama Mas Abdul Mengijinkan Poligami
“. . . kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat . . .” (Surat An-Nisa’ 4:3).
Saya tidak mungkin mau Mas Abdul membagi cintanya dengan wanita-wanita lain. Dalam Kitab Suci Allah, terdapat pedoman Allah untuk pernikahan, “. . . laki-laki . . . akan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging” (Injil, Rasul Besar Matius 19:5).
Jadi, Allah menghendaki pernikahan monogami, bukan poligami.
(2) Mas Abdul Boleh Memaksa Saya Berhubungan Seks
Mereka mengutip Qs 2:223: “Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. . .”
Ayat ini memberi kesan bahwa isteri adalah obyek seks suami. Suami boleh memuaskan nafsunya pada isteri kapan saja. Bila isteri tidak siap secara emosional, suami masih dapat memaksanya. Teman saya bertanya, “Apakah kamu ingin pernikahan dimana seks boleh dipaksa?”
(3) Agamanya Memperbolehkan Mas Abdul Memukul Saya
“. . . Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya [pemberontakan, perilaku yang buruk], maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. . . .” (Qs 4:34).
Saat ini Mas Abdul memang sangat baik pada saya. Namun kekerasan di rumah tangga menjadi masalah besar. Saya tidak ingin suami membenarkan KDRT dengan ayat dari buku sucinya. Email kami mengenai pandangan Anda tentang Qs 4:34 dan KDRT.
(4) Mas Abdul Dengan Gampang Dapat Menceraikan Saya
Memang kadang-kadang pernikahan berujung pada perceraian. Tapi menurut agama Mas Abdul, ia hanya perlu mengatakan “talak” (talaq) tiga kali untuk menceraikan saya.
Hal ini sungguh membuat saya gelisah. Saya tahu akan ada waktu dimana saya dan Mas Abdul bertengkar. Bila sedang emosi, bisa saja ia akan mengatakan “talak” tiga kali.
(5) Menaati Mas Abdul adalah Kunci Masuk Sorga
Teman saya meminta membaca beberapa Hadist berikut:
“Jika seorang isteri . . . taat kepada suaminya, maka dipersilakanlah masuk ke surga . . .” Sabda Nabi Islam: “Seorang perempuan yang . . . mematuhi suaminya akan memasuki surga . . .” (Hadist Riwayat Ahmad dan Thabrani); (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari ucapan-ucapan di atas sudah jelas bahwa “salah satu” kunci supaya wanita masuk surga adalah ketaatan pada suami, bukan?
Saya tidak dapat menerima ajaran ini. Dari kecil saya percaya Kitab Allah yang menekankan berulangkali bahwa Isa Al-Masih adalah Penyelamat dunia. Hanya Allah, melalui pengorbanan Kalimat-Nya, menentukan siapa masuk sorga. Jika Anda belum yakin Isa adalah Penyelamat dunia, silakan email kami.
Sesudah mempertimbangkan lima alasan tersebut, saya memutuskan untuk tidak menikah dengan Mas Abdul.
[Staf Isa dan Islam – Untuk masukan atau pertanyaan mengenai artikel ini, silakan mengirim email kepada Staff Isa dan Islam.]
Lihat artikel ini dalam bentuk video
Fokus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Menurut saudara, apakah ada alasan lain mengapa lebih baik seseorang jangan menikah beda agama? Jelaskanlah jawaban saudara!
- Apakah ada jalan lain supaya orang Kristen dan Islam dapat menikah, dan perbedaan agama tidak akan mengganggu kerukunan rumah tangganya? Jelaskanlah jawaban saudara!
- Apakah Mas Abdul dapat menolak beberapa kepercayaan agamanya mengenai pernikahan, agar Sri dapat menikahinya dengan sukacita? Jelaskanlah jawaban saudara!
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Artikel Terkait
Berikut ini ada link-link yang berhubungan dengan artikel di atas. Kalau Anda berminat, silakan klik pada link-link ini:
- Doa Cari Jodoh Buat Pria Dan Wanita Muslim
- Kesaksian Wanita Kristen Menikahi Pria Muslim
- Dipukul Menyakiti Hati, Bukan Fisik
- Poligami Berpotensi Membuat Pria Muslim Tidak Setia
Video:
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
Ditulis oleh: Jason Gilead
Hamba Tuhan mengatakan
~
Saya wanita Muslim dan saya punya pacar beda agama (Kristen). Selama kami pacaran, kami tetap menghormati masing-masing agama, karena yang terpenting “berbuat baik terhadapa sesama manusia”. Dalam kutipan surat Qur’an ini: “. . . kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat . . .” (Surat An-Nisa’ 4:3).
Seharusnya kalimat yang saudara tunjukan tidak setengah-setengah, karena pada masanya nabi dalam keadaan perang, dan beberapa wanita yang dinikahi adalah dengan kondisi tertentu seperti janda yang ditinggal mati (meninggal) oleh suami, dan beberapa kondisi lain. Setiap surat dari kitab manapun perlu benar benar dipahami supaya tidak salah tangkap. Terima kasih.
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Hamba Tuhan,
Kami menghargai keputusan saudara untuk berpacaran dengan beda agama. Kami berpendapat bahwa pacaran dan pernikahan adalah dua hal yang amat berbeda. Selama pacaran, saudara dan pasangan masih bisa saling menghargai pada taraf tertentu untuk menjaga keharmonisan sebuah hubungan agar hubungan tersebut tidak putus.
Amat berbeda dengan pernikahan. Menikah berarti mencoba menerima persepsi, kebiasaan, keyakinan, dan perbedaan. Dalam pernikahan pun telah menyatukan dua keyakinan yang berbeda agar keturunan yang dihasilkan pun mengetahui keyakinan orang tua adalah sama, tidak berbeda-beda. Itu sebabnya, pernikahan beda agama memiliki resiko bagi keturunannya, yaitu kebingungan. Keyakinan mana yang harus dipilih, keyakinan ayah atau ibu?
~
Solihin
Al-majnun mengatakan
~
Tolong dikaji lebih mendalam mengenai perbedaan itu. Coba jangan menilai secara satu kaidah keilmuan. Jika referensi jawaban saudara hanya dari satu sisi saja itu tidak cukup. Mungkin yang saya baca hanya persfektif pribadi. Jangan mengharapkan hasil pemikiran dan pengkajian seseorang itu harus sama dengan admin Solihin. Tapi harus jadi ajang diskusi yang baik tertata dan rapi dari dua element yang bebeda.
Soalnya hemat saya yang saya lihat mas admin terlalu condong dan tidak terfokus secara mengkerucut kepada inti. kita bersama-sama kaji secara mendalam sehingga wawasan semua bisa terbuka dengan ikhlas dan baik. Terimakasih. Wallahu alam bishowab. Wassalam.
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Al Majnun,
Kami senang saudara memiliki pemikiran demikian. Kami mencoba untuk menggunakan perspektif dari banyak aspek, yaitu secara psikologis, sosial, dan teologis. Secara teologis, pernikahan beda agama akan memberikan pendidikan dengan pola asuh yang berbeda. Hal ini pun akan membawa pada tekanan psikologis karena anak merasa bingung dengan identitas keagamaannya. Secara sosial, ia tidak akan mengalami kepercayaan diri bergaul dengan rekan-rekannya.
Kami bertanya kepada saudara. Bagaimana dengan pendapat saudara? Kami ingin mengetahui bagaimana pandangan saudara dengan menggunakan perspektif yang variatif. Kami menunggu jawaban saudara.
~
Solihin
Ahmad mahdi mengatakan
~
Salam sejahtera atas kita semua Saudara/i ku,
Dari poin-poin yang anda sebutkan tadi semua membawa hujah atau bukti dari Al-Qur’an. Namun menurut saya itu tidak tepat, karena ayat Al-Qur’an yang disebutkan tadi merupakan terjemahan departemen agama. Terjemahan tersebut hanya terjemahan berdasarkan harfiah, bukan berdasarkan maksud yang sebenarnya. Bahasa Arab itu sangat kompleks. Jadi, diperlukan ilmu tafsir.
Sebagai contoh kata “rapat” dalam bahasa Indonesia artinya banyak. Rapat dalam arti sempit atau rapat dalam arti pertemuan. Jadi saya terimakasih atas tulisan saudara/i yang sempat mencantumkan ayat Al-Qur’an, namun ayat-ayat pada poin tersebut tidak bisa diartikan hanya dari terjemahan.
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Ahmad,
Kami menghargai pendapat saudara di atas. Pernyataan saudara di atas sedang menyudutkan para ulama saudara sendiri yang telah berlelah-lelah menerjemahkan, tetapi dianggap tidak berarti. Bukankah ini berarti saudara kurang menghargai usaha yang dilakukan para ulama?
Lagi pula, bila kita mencermati pernyataan saudara di atas, maka apa hubungan terjemahan dengan pernikahan beda agama? Bagaimana saudara menjelaskan hal ini?
~
Solihin
anonim mengatakan
~
Maaf sebelumnya jika saya salah komentar. Saya hanya ingin berbagi apa yang saya pahami, namun saya juga masih belajar. Setahu saya bahasa Al-Quran itu bahasa yang tinggi, dan tidak bisa ditafsirkan oleh sembarang orang termasuk saya sendiri, sehingga memahami isi Al-Qur’an harus melalui ahlinya kalau dalam agama kami disebut Ulama atau Kiai.
Menurut saya, poin-poin ayat Al-Qur’an yang disampaiakan dalam artikel ini seharusnya tidak boleh menjadi alasan, karena penafsirannya pasti berbeda, dalam menurunkan ayat Al-Quran pun pasti ada asbabul nuzulnya atau sebab diturunkannya ayat tersebut, sehingga tidak bisa dimaknai teksnya saja tapi konteksnya juga perlu dipahami. terima kasih
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Anonim,
Membaca tulisan saudara di atas, nampaknya ada usaha untuk membela Al-Quran sekalipun Al-Quran secara eksplisit telah menyatakan untuk memukul istri. Kami yakin bagaimana pun asbabun nuzul ayat tersebut, maka tidak ada seorang wanita pun yang ingin dipukul oleh suaminya. Tetapi Al-Quran mengajarkan untuk memukul istri. Jelas, Allah SWT tidak memiliki kasih kepada wanita.
Kami bertanya kepada saudara. Mengapa Allah SWT mengajarkan untuk memukul istri? Bukankah ini menandakan bahwa pernikahan beda agama tidak membawa manfaat bagi wanita bila ia menikah dengan Muslim?
~
Solihin
Vincent mengatakan
~
Komentar dari sisi pandang orang awam.
Di dearah saya pernikahan beda agama adalah hal yang biasa bahkan sudah turun temurun dan sangat jarang ditemukan masalah karena perbedaan itu, bahkan hampir semua langgeng sampai akhir hayat memisahkan. Soal keturunan sistem yang digunakan adalah bagi rata, (Biasanya) anak pertama ikut agama ayah, anak kedua ikut ibu dan begitu seterusnya tanpa ada masalah.
Karena sudah turun temurun, istilah nenek/kakek Kristen, nenek/kakek Islam, buyut Kristen, buyut islam dsb sudah jadi kata ganti yang biasa. Intinya saya ingin bertanya, maaf jika terlalu dangkal. Apa Tuhan yang menciptakan agama? Seandainya bukan, kenapa kita harus terpecah belah karena aturan manusia?
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Vincent,
Sejak zaman dahulu manusia selalu berusaha mencari Tuhan. Namun karena keterbatasan manusia, seringkali manusia salah memahami tentang Tuhan. Manusia terus mencari namun tidak menemukan. Manusia menyembah pohon, batu dan menganggapnya sebagai Tuhan. Ini membuktikan bahwa manusia tidak mungkin bisa mengenal Sang Pencipta jika bukan Sang Pencipta sendiri yang memperkenalkan diri-Nya pada manusia.
Agama adalah buatan manusia sebagai jembatan agar manusia dapat mengenal penciptanya. Melalui agama manusia menyembah sebagai ungkapan bahwa manusia membutuhkan Tuhan.Agama berkaitan dengan apa yang diyakini, Namun bagaimana jadinya jika dua orang yang berbeda agama menikah? Apakah mungkin dua keyakinan yang berbeda disatukan dalam pernikahan? Ini adalah hal yang tidak mungkin. Pernikahan adalah menyatukan dua pribadi menjadi satu.
~
Noni