Puasa adalah saat dimana kita merendahkan diri dan mencari “wajah” Allah. Maka, penting untuk mengerti puasa yang diridhoi Allah. Supaya puasa kita menjadi berkah.
Melihat tiga teladan puasa Isa Al-Masih berikut akan menolong Anda!
Fokus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Apakah saudara setuju dengan tiga teladan puasa Isa di atas? Jelaskan alasannya!
- Dari tiga teladan tersebut, teladan manakah menurut saudara yang sulit untuk dilakukan? Mengapa?
- Selain tiga teladan di atas, adakah hal lain yang perlu diperhatikan agar puasa kita menjadi berkah? Bila ada, sebutkan dan jelaskan alasannya!
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, baik dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus. Untuk pertanyaan singkat, dapat mengirimkan WA/SMS ke: 0812-8100-0718.
Artikel Terkait
Berikut ini link-link yang berhubungan dengan artikel di atas. Jika Anda berminat, silahkan klik pada link-link berikut:
- Tujuan Puasa Ramadan Untuk Hati Yang Bersih
- Puasa Karena Taat Perintah Allah Atau Mengharap Pahala?
- 3 Kunci Berhasil Puasa Menurut Isa Al-Masih
- Apakah Pengertian Puasa Ramadan Yang Benar?
Video:
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
~
Orang Islam puasa kerana Allah bukan kerana nak dipuji. Allah di sini x masuk. Anak Tuhan dengan holy spirit, bukan tiga dalam satu.
~
Saudara HambaAllah,
Baik sekali bila Muslim berpuasa karena Allah, bukan untuk dipuji. Namun, apakah semua Muslim memiliki pemikiran yang sama dengan saudara? Tentu hal itu yang perlu ditelusuri. Pertanyaan yang perlu dipikirkan lebih lanjut adalah apakah saudara yakin dengan berpuasa dapat diterima Allah? Bagaimana saudara menjelaskan hal ini?
Isa Al-Masih berpuasa untuk memberikan teladan kepada para pengikutnya agar puasa yang dilakukan bersifat persoanl tanpa harus memberitahukan kepada orang lain. Dengan demikian, ibadah yang dilakukan terhindar dari riya.
~
Solihin
~
Yang namanya puasa dalam Islam itu adalah menahan nafsu yang merusak, baik lahiriah maupun batiniah. Kalau zahirnya saja yang berpuasa, tetapi batinnya tidak, itu bukan disebut puasa, begitupun sebaliknya.
~
Saudara Deddy,
Baik sekali menahan nafsu lahiriah dan batiniah. Memang demikianlah tujuan puasa yang sesungguhnya. Tetapi apakah tujuan berpuasa tersebut dijalankan sungguh-sungguh? Apakah saudara mampu menahan nafsu lahiriah dan batiniah tersebut? Bukankah manusia teramat sulit menahan nafsu? Bagaiman saudara menjelaskan hal ini?
Isa Al-Masih telah memberikan teladan yang baik. Tentu puasa Isa Al-Masih menjadi acuan bagi umat manapun dalam berpuasa, bukan? Dengan demikian, agar puasa diterima Allah, maka orang tersebut perlu memohon pada Isa Al-Masih.
~
Solihin
~
Dalam Kristian Isa itu adalah Tuhan Allah. Yesus kenapa perlu berpuasa? Umat berpuasa kerana Allahkah kerana Yesus?
~
Saudara Lukapon,
Isa Al-Masih berpuasa untuk memberikan teladan kepada setiap umat. Bahwa puasa sesungguhnya tidak perlu diketahui orang atau umat lain. Dengan demikian, puasa yang dilakukan merupakan puasa yang bersifat pribadi. Artinya ibadah yang dilakukan pun tidak memerlukan publikasi kepada orang lain. Bukankah itu yang dilakukan Isa Al-Masih? Lagi pula, puasa yang dilakukan Isa Al-Masih menunjukkan ketidakmampuan Iblis untuk mengalahkan Isa Al-Masih.
Pertanyaannya, mengapa Isa Al-Masih dapat mengalahkan Iblis sekalipun dalam kondisi setelah berpuasa 40 hari? Bagaimana menurut saudara?
~
Solihin
~
Yesus tidak membenarkan orang Farisi yang menjalankan syariat agama termasuk berpuasa yang melakukannya dengan sombong, tetapi Ia membenarkan pemungut cukai yang kelihatannya tidak menjalankan puasa (Luk.18:9-14). Jadi, Yesus tidak menyuruh orang melakukan puasa tetapi tidak melarang bila orang melakukan puasa untuk maksud khusus.
Jadi puasa itu pada dirinya sendiri tidak memiliki arti bila bukan merupakan ungkapan hati yang bertobat & merendahkan diri di hadapan Allah. Perlu disadari bahwa penebusan Yesus di atas kayu salib telah menggenapi syariat Taurat PL yang bergantung pada usaha manusia menyelamatkan diri sendiri dengan melakukan syariat agama secara tertib (sunat, korban, sabat, puasa, halal-haram dll).
~
Saudara Percaya,
Memang benar bahwa puasa tidak dapat menyelamatkan manusia dari neraka. Puasa adalah ungkapan kerinduan akan pertolongan Allah, bukan untuk menghapus dosa. Terima kasih.
~
Solihin
~
Ramadhan adalah hadiah untuk umat Muhammad. Isa tidak mencontohkan puasa terbaik kerana tidak hidup zaman rasulullah.
~
Saudara NotDead,
Kami menghargai pendapat saudara sekalipun pendapat tersebut masih sebatas klaim. Sebab tidak ada bukti bahwa puasa merupakan hadiah untuk umat nabi saudara. Sebaliknya, kami menduga bahwa puasa merupakan beban bagi pengikut nabi saudara. Bukankah demikian?
Bila puasa merupakan hadiah untuk umat nabi saudara, maka seluruh umat Islam akan berpuasa hingga satu bulan penuh. Pertanyaannya, berapa persen dari umat Islam di seluruh dunia yang melaksanakan puasa selama sebulan penuh? Bagaimana saudara?
~
Solihin
~
Dari artikel di atas menunjukkan bahwa Isa berpuasa. Pertanyaan saya kenapa umat Kristen tidak berpuasa seperti Isa? Tuhan tidak butuh puasa ataupun makan karena Dia adalah satu-satunya yang menciptakan segalanya termasuk menciptakan Isa, Iblis, dunia, sorga dan segalanya.
~
Saudara Rocky,
Memang benar bahwa Isa Al-Masih berpuasa. Pengikut Isa Al-Masih pun berpuasa. Pengikut Isa Al-Masih mencoba mengikuti ajaran Isa Al-Masih agar tidak memberitahukan kepada siapapun tatkala berpuasa (Injil, Rasul Besar Matius 6:16-18). Bukankah puasa demikian yang memiliki nilai lebih dibandingkan puasa lain?
Kami bertanya kepada saudara. Apakah puasa harus menggembar-gemborkan diri? Mengapa? Dapatkah saudara menjelaskan hal ini?
~
Solihin
~
Bagaimana puasa Isa Al-Masih?
~
Saudara Isa,
Saudara memberikan pertanyaan yang baik sekali. Isa Al-Masih berpuasa selama 40 hari. Kita hanya mendapatkan informasi tersebut. Tetapi yang perlu dipertanyakan adalah bagaimana puasa nabi saudara? Apakah nabi saudara berpuasa juga? Tertulis dimanakah itu dalam Al-Quran? Bagaimana saudara?
~
Solihin
~
Puasa itu untuk kebaikan personal yang menjembatani terhapusnya prasangka buruk manusia terhadap segala hal kepada sesama mahluk ciptaan sang Maha Pencipta.
~
Saudara Jb Kelana,
Memang benar bahwa puasa memiliki manfaat bagi personal. Dengan demikian, berpuasa atau tidak berpuasa tidak memiliki hubungan langsung dengan umat. Bila kita mencermati hal ini secara mendalam, maka apa manfaat puasa bagi personal? Apakah puasa dapat memberikan keselamatan kekal di sorga? Bagaimana saudara menjelaskan hal ini?
~
Solihin
~
NotDead, Isa,
Tentu penjelasan saudara dapat dipercaya jika disertakan bukti, jika tidak maka kami anggap saudara sedang berimajinasi. Isa berkata, “jika kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik” (Injil, Rasul Matius 6:16). Apakah boleh mengumbar nafsu pada waktu puasa? Apakah nabi islam pernah batal puasa?
Rocky,
Kristen berpuasa, tapi bukan kewajiban. Dalam puasa umat kristen tidak menunjukan diri bahwa mereka berpuasa. Tapi berbeda dengan muslim, jadwal berpuasa sudah ditentukan oleh ulama, kadang jadwal puasa mereka tidak sama. Apakah salah jadwal mempengaruhi pahala? Mengapa bulan suci islam, semakin banyak kejahatan?
~
Saudara Park,
Memang benar yang disampaikan oleh saudara bahwa pengikut Isa Al-Masih berpuasa karena kerelaan, bukan keterpaksaan atau kewajiban. Tentu amat berbeda makna puasa yang dilakukan karena sayang kepada Allah dengan puasa yang dilaksanakan karena kewajiban. Terima kasih.
~
Solihin
~
“Saudara memberikan pertanyaan yang baik sekali. Isa Al-Masih berpuasa selama 40 hari. Kita hanya mendapatkan informasi tersebut. Tetapi yang perlu dipertanyakan adalah bagaimana puasa nabi saudara? Apakah nabi saudara berpuasa juga? Tertulis dimanakah itu dalam Al-Quran? Bagaimana saudara?”
Perintah Puasa dalam Islam ada dalam surat Al Baqarah. Kalau Bapak Solihin mau tahu, silakan pelajari dan baca saja. Kalau tidak bisa hubungi ustad Islam yang bapak kenal.
~
Saudara Amir,
Kami tidak menanyakan tentang perintah puasa dalam Al-Quran. Sebab kami pun mengetahui perintah puasa tersebut. Tetapi kami menanyakan tentang aktivitas puasa nabi saudara. Itu sebabnya, kami bertanya kepada saudara. Bagaimana puasa nabi saudara? Apakah nabi saudara berpuasa juga? Tertulis dimanakah itu dalam Al-Quran? Bagaimana saudara?
~
Solihin
~
“Pertanyaan yang perlu dipikirkan lebih lanjut adalah apakah saudara yakin dengan berpuasa dapat diterima Allah? Bagaimana saudara menjelaskan hal ini?”
Respon: Harus yakin sebagaimana kita meyakini Allah itu Tuhan kami. Boleh mengharapkan diterima puasa, namanya disebut laalla. Mengharapakan diterima tapi tidak puasa, namanya menghayal, disebut laita, laallakum tattaqun, agar kamu menjadi orang bertakwa”. Mungkinkah kita bisa menjadi orang bertakwa, tapi tidak puasa? Mungkin menurut anda “mudah-mudahan”, selalu berpikir “negatif, tidak jelas”. Masalah ini tidak perlu dipersoalkan, yang kita persoalkan adalah Tauhid.
~
Saudara Hakkulah,
Frasa ‘harus yakin’ menandakan saudara memaksakan diri untuk meyakini hal itu. Sesungguhnya pernyataan tersebut mengandung ketidakyakinan, tetapi dipaksa untuk yakin. Dengan demikian, kita mengetahui bahwa saudara tidak memiliki dasar atas keyakinan saudara tersebut.
Bila saudara menyatakan ‘harus yakin’, maka atas dasar apa saudara meyakini itu? Apakah itu tertulis dalam Al-Quran atau asumsi saja? Mengapa? Bagaimana saudara menjelaskan hal itu?
~
Solihin
~
Tidak mengerti juga. Saya yakin Allah itu Tuhan kami. Berarti saya juga yakin bahwa puasa Ramadhan adalah perintah Allah. Masalah terima atau tidak terima, yang penting bagi saya sudah melaksanakan kewajiban. Jadi, kalau tidak yakin, tidak usah puasa. Secara umum, kalau kita tidak yakin diterima, itu sama saja buruk sangka kepada Allah.
Judulnya: sangkaan kepada Allah. Mengapa dibilang dipaksakan? Di dunia ini kesempatan kita untuk menanam kebaikan sebanyak mungkin. “Apakah kamu pasti diterima?” Jawaban yang benar, insya Allah. Saya mengharapkan diterima. Kalau jawaban seperti begini: harus diterima, itu kurang ajar.
~
Saudara Hakkulah,
Kami tidak bertanya tentang keyakinan saudara bahwa puasa perintah Allah SWT atau tidak. Tetapi kami menanyakan kepada saudara bahwa apakah saudara yakin dengan berpuasa dapat diterima Allah? Bagaimana saudara menjelaskan hal ini? Bila saudara menyatakan ‘harus yakin’, maka atas dasar apa saudara meyakini itu? Apakah itu tertulis dalam Al-Quran atau asumsi saja? Mengapa? Bagaimana saudara menjelaskan hal itu?
Lagi pula, kata ‘insya allah’ menunjukkan bahwa saudara tidak yakin sepenuhnya. Masih ada keraguan dalam pernyataan insya allah. Artinya saudara tidak benar-benar yakin apa yang akan diperbuat Allah SWT untuk saudara. Bukankah demikian? Bagaimana? Kami berharap saudara menjawab pertanyaan di atas secara jelas dan tidak ambigu.
~
Solihin
~
Masya Allah, “Insya Allah” efeknya dimudahkan urusan kita, diberikan kebaikan dan keberkahan. beda dengan “pasti” tidak ditolong Allah, tidak berkah, urusan kita tidak lancar. Jangan diremehkan kata “Insya Allah”. Insya Allah juga mempermudah kita masuk surga kalau kita tidak yakin janji pada orang lain, bilang saja; saya tidak janji, jangan bilang insya Allah kecuali niat kita dan keyakinan kita sudah kuat, maka katakanlah Insya Allah. Insya Allah itu ada efeknya, begitu juga “pasti” ada efeknya. Jadi, Allah yang perintahkan itu kepada kita. Ok. Sampai di sini paham?
~
Saudara Hakkulah,
Kami menghargai pendapat saudara di atas. Namun, pendapat tersebut belum menjawab pertanyaan kami. Apakah saudara yakin dengan berpuasa dapat diterima Allah? Bila saudara menyatakan ‘harus yakin’, maka atas dasar apa saudara meyakini itu? Apakah itu tertulis dalam Al-Quran atau asumsi saja? Mengapa? Bagaimana saudara menjelaskan hal itu?
~
Solihin
Puasa sangat baik adanya, tujuan puasa:
1. Merendahkan diri dan hati di hadapan Isa Al-Masih
2. Mengharapkan pertolongan Isa Al-Masih
3. Sebagai ucapan syukur
~
Sdr. Lause,
Terimakasih atas tanggapannya, puasa merupakan hubungan kita secara pribadi dengan Allah bukan supaya terlihat rohani, dipuji orang lain, dan Isa telah memberikan teladan yang baik dalam menjalankan puasa. Kiranya kita semua dapat mengikuti puasa seperti yang telah dicontohkan oleh Isa Al-Masih.
~
Juni
~
Seharusnya pertanyaan anda harus memahami konsep Islam. Sekarang, saya memegang buku catatan tidak? Buku catatan itu disebut juga buku lapor. Anda lihat tidak ada buku catatan di tangan saya? Ok. Tidak. Buku catatan itu akan ditutup ketika kita dicabut nyawa. Nanti kita akan iumumkan oleh Allah di akhirat nanti. Kita tidak bisa jawab kalau belum menerima buku catatan.
Hidup kita bergelombang. Nanti apakah buku catatan kita akah berakhir dengan mati husnul khatimah atau suul khatimah? Allah menilai itu di akhirnya bukan di awal. Kalau akhirnya kafir, amal kebaikan yang dilakukan dihapus seluruhnya, atau akhirnya baik dan beriman, maka kejahatan yang dilakukan dihapus.
~
Saudara Hakkulah,
Kami mengajukan pertanyaan yang netral. Kami menggunakan pernyataan saudara dalam mengajukan pertanyaan. Apakah saudara yakin dengan berpuasa dapat diterima Allah? Bila saudara menyatakan ‘harus yakin’, maka atas dasar apa saudara meyakini itu? Apakah itu tertulis dalam Al-Quran atau asumsi saja? Mengapa? Bagaimana saudara menjelaskan hal itu? Sederhana, bukan? Silakan saudara menjawabnya. Bila saudara tidak mampu menjawabnya, mohon bersikap jujur. Itu lebih baik.
~
Solihin
~
Saya sudah bilang, kalau sudah memenuhi syarat, Insya Allah. Dan saya sudah jelaskan, efek dari Insya ALlah dengan efek dari “pasti”. Masing-masing keduanya punya efek. Tidak bisa jawab itu, bukan berarti agama itu salah. Saya tanya anda begini: Apakah Yesus itu Tuhah? Yesus dilahirkan? Apakah anda sepakat, ciri Tuhan itu “tidak dilahirkan”?
Bertanya itu setelah anda menjelaskan itu “kembali pada penjelasan anda bahwa anda mengatakan Yesus menciptakan langit dan bumi”, yang menciptakan langit adalah Tuhan. Apakah Yesus itu Tuhan? Kenapa Yesus dilahirkan? Coba anda jelaskan kepada saya pertanyaan anda itu bagaimana cara menjawabnya? Ini salah itu salah, apanya jawaban saya tidak ada?
~
Saudara Hakkulah,
Mari kita mendefinisikan kata ‘insya allah’. Kata ‘insya allah’ memiliki arti jika Tuhan berkehendak atau mengijinkan. Kata ‘jika’ memiliki makna ketidakpastian, bukan kepastian. Itu sebabnya, kami mengajukan pertanyaan mengacu pada pernyataan saudara sebelumnya. Apakah saudara yakin dengan berpuasa dapat diterima Allah? Bila saudara menyatakan ‘harus yakin’, maka atas dasar apa saudara meyakini itu? Apakah itu tertulis dalam Al-Quran atau asumsi saja? Mengapa? Bagaimana saudara menjelaskan hal itu?
Saudara Hakkulah, kami tidak menyatakan ini salah atau itu salah. Kami hanya belum menemukan jawaban saudara secara jelas dan tegas. Alih-alih menjawab dengan lugas, terkesan saudara menghindari pertanyaan kami dengan membuat isu baru. Kami tidak dapat menanggapi pertanyaan saudara karena pertanyaan saudara di luar topik. Mari kita fokus dengan topik di atas dan tidak perlu menghindar.
~
Solihin
~
Hakullah,
“Mengharapkan diterima puasa” menunjukkan bahwa saudara tidak yakin dengan puasa saudara. Tentu saja jika kami mengatakan mudah-mudahan sudah tepat. Jika saudara tidak setuju maka saudara adalah abu-abu, inkonsisten?
Jika puasa menanam kebaikan, mengapa saudara masih mengharapkan puasa saudara diterima dan agar mendapat pahala? Kebaikan kepada siapa jika berpuasa?
Apakah saudara sudah memahami konsep islam? Mengenai catatan, menurut nabi islam; semua muslim sudah dicatat takdirnya di neraka atau di surga ketika masih dikandungan ibu, jadi apapun yang saudara lakukan sia-sia, termasuk puasa saudara (HR. Muslim, 2644)? Mengapa keyakinan saudara tidak sesuai dengan nabi saudara?
~
Saudara Park,
Kami setuju dengan saudara dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tersebut. Memang hal ini perlu diklarifikasi agar semua menjadi jelas. Sebab menjalankan puasa mesti memahami maksud dan tujuannya. Hal ini yang dicontohkan oleh Isa Al-Masih. Bagaimana dengan nabi Islam?
~
Solihin
~
“Mengharapkan diterima puasa” menunjukkan bahwa saudara tidak yakin dengan puasa saudara. Tentu saja jika kami mengatakan mudah-mudahan sudah tepat. Jika saudara tidak setuju maka saudara adalah abu-abu, inkonsisten?”
Respon: Itu dugaan Snda. saya tidak begitu pahamnya, karena bahasa Indonesia sempit tidak luas. Kita kembalikan kepada original. Jadi, keyakinan ada harapan. Kalau Allah sudah mengatakan: laita, maka putuslah harapan kita karena Allah menggunakan kata laala, maka otomatis kita punya harapan. Orang putus harapan adalah bagian dari sikap orang kafir. Masih ada harapan? Bukan tidak yakin. Kita sudah beda konsep. Menurut anda “tidak baik” menurut saya ” baik”. Gunakan akalmu!
~
Saudara Hakkulah,
Menarik sekali tulisan saudara yang menyatakan masih ada harapan. Bila frasa yang digunakan adalah ‘masih ada harapan’, maka ini pun bentuk ketidakpastian. Berpuasa tetapi tidak pasti diterima adalah bentuk ibadah yang sia-sia, bukan? Itu sebabnya, kami bertanya kepada saudara. Namun, saudara tidak menjawabnya secara lugas. Apakah saudara yakin dengan berpuasa dapat diterima Allah? Bila saudara menyatakan ‘harus yakin’, maka atas dasar apa saudara meyakini itu? Apakah itu tertulis dalam Al-Quran atau asumsi saja? Mengapa? Bagaimana saudara menjelaskan hal itu?
~
Solihin
~
Kesimpulan anda: ketidakpastian. Kesimpuloan saya: bukan tidak yakin, ada kepastian. Saya sudah bilang, laala, mengharapkan sesuatu mungkin terjadi, kalau mau bersungguh-sunguh. Beda dengan laita, sesuatu harapan tidak mungkin terjadi, itu namanya angan-angan. Anda ingin jadi orang kaya, bekerja. Kenapa kamu bekerja? Karena ada harapan ingin jadi orang kaya. Anda mau jadi orang kaya, tapi tidak mau bekerja, tidak mau cari duit. Memangnya duit datang dari langit?
Itu maksud saya. Masak mau masuk surga, tidak usah puasa. Mimpi kali? Contoh: laita, baca pada surat al fuqon:27. Janji Allah pasti, bagaimana kitanya? Bukan tidak ada kepastian dari Allah, tapi kitanya yang tidak mau. Ok
~
Saudara Hakkulah,
Kami menghargai pendapat saudara di atas. Tetapi kami menanyakan langsung kepada diri saudara. Apakah saudara yakin dengan berpuasa dapat diterima Allah? Bila saudara menyatakan ‘harus yakin’, maka atas dasar apa saudara meyakini itu? Apakah itu tertulis dalam Al-Quran atau asumsi saja? Mengapa? Bagaimana saudara menjelaskan hal itu?
Lagi pula, surah Al Furqaan tidak menjawab kepastian masuk sorga dari Allah SWT. Berikut ayat tersebut: “Dan hari orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya aku mengambil jalan bersama-sama Rasul” (Qs 25:27). Bagian mana dari ayat tersebut yang menyatakan kepastian masuk sorga?
~
Solihin
Apakah saudara yakin dengan berpuasa dapat diterima Allah?
Respon: ada dua jawaban: yakin atau tidak yakin? saya berhak bertanya balik; dasar apa anda bertanya itu? Saya sudah jelaskan kepada anda, saya tidak bisa menjawab itu. Lalu anda menarik kesimpulan: Bapak Hakkullah tidak yakin, saya tidak menjawab, kok dibilang tidak yakin. Kalau kagak yakin, kenapa saya puasa? Kalau begitu, dasarnya apa? perintah. Salah saya apa, kalau saya tidak bisa menjawabnya. makanya saya bilang, harus yakin, bukan maksud saya; harus yakin diterima puasa. jadi, saya tidak bisa menjawabnya. anda tidak bisa mengambil kesimpulan: “tidak yakin”. oh abu-abu, tidak juga. Kalau tidak yakin, kenapa saya tetap berpuasa?
~
Sdr. Hakullah,
Kami bertanya kepada saudara karena ini forum dialog, jadi tidak masalah jika bertanya bukan? Saudara tidak bersalah jika tidak dapat menjawabnya karena saudara melakukan puasa hanya karena mengikuti perintah sekalipun saudara tidak mengetahui apakah puasa saudara diterima atau tidak.
Ngomong-ngomong, apakah saudara setuju dengan artikel kami di atas, misalnya mengikuti tiga teladan puasa Isa Al-Masih?
~
Juni