Beberapa bulan yang lalu, pernikahan dini kembali ramai dibicarakan oleh masyarakat Indonesia, hal ini dipicu oleh terjadinya pernikahan antara Pujiono Cahyo (43 tahun) dengan gadis belia berusia 12 tahun. Banyak pro-kontra mengenai pernikahan tersebut baik dari ulama, Komisi Nasional Perlindungan Anak hingga masyarakat awam. Pernikahan dini dalam Islam, bolehkah dilakukan?
Syekh Puji dan Lutfiana Ulfa — wordpress.com
UU Pernikahan Indonesia
Pernikahan dini menurut negara dibatasi dengan usia. Menurut UU Perkawinan Republik Indonesia, perkawinan hanya diizinkan jika pria mencapai usia minimal 19 (sembilan belas) tahun dan wanita berusia 16 (enam belas tahun) tahun. Dari sudut pandang kedokteran, pernikahan dini diduga dapat menimbulkan dampak negatif bagi si ibu maupun anak yang dilahirkannya. Selain itu pernikahan dini dinilai juga dapat mengurangi harmonisasi keluarga yang disebabkan oleh emosi yang masih labil dan cara pikir yang belum matang. Namun jika kita lihat ke belakang, sebenarnya pernikahan dini di Indonesia khususnya di pulau Jawa dan Madura bukanlah hal yang baru, bahkan zaman dahulu seorang perempuan yang belum menikah pada usia 15 tahun keatas dianggap sudah sangat terlambat.
Pernikahan Dini di India ( www.wunrn.com )
Pernikahan dini dalam Islam
Pengertian pernikahan dini menurut agama Islam adalah pernikahan yang dilakukan orang yang belum baligh atau belum mendapat menstruasi pertama bagi seorang wanita. Tetapi sebagian ulama Muslim juga memperbolehkan pernikahan dibawah umur dengan dalil mengikuti sunnah rasul karena sejarah telah mencatat bahwa Aisyah dinikahi oleh Nabi Muhammad pada usia yang sangat belia sekali sedangkan Muhammad telah berusia 50-an tahun pada saat itu. Disamping itu, pernikahan dini juga dinilai dapat mempertahankan norma-norma agama yaitu menghindarkan pasangan muda-mudi dari dosa seks akibat pergaulan bebas. Sehingga sebagian orang mengartikan bahwa tujuan dari pernikahan adalah menghalalkan hubungan seks.
Pandangan Injil Tentang Pernikahan
Injil sangat menjunjung tinggi nilai-nilai pernikahan, seorang pengikut Isa Al-Masih hanya diperbolehkan menikahi satu orang isteri dan perceraian sangat tidak diperbolehkan, hal ini ditegaskan dalam Injil Rasul Matius 19:5-6. Tujuan pernikahan dalam Kristen bukan semata-mata karena kebutuhan biologis saja, tetapi lebih dari pada itu Injil memerintahkan seorang isteri harus tunduk kepada suaminya seperti dia tunduk kepada Tuhan dan juga seorang suami harus mengasihi isterinya seperti dia mengasihi dirinya sendiri (Surat Efesus 5:22-23). “Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging” (Surat Efesus 5:31).
Isa Al-Masih dengan sangat tegas dalam Injil Rasul Matius 18:6-10 memerintahkan untuk tidak menyesatkan anak-anak, dan juga sangat jelas dikatakan hukuman-hukuman terhadap mereka yang menyesatkan anak-anak (Injil, Rasul Lukas 17:2; Injil, Rasul Markus 9:42). Jika demikian, masih kita sebagai orang tua membiarkan terjadinya pernikahan dini?
(Saodah)
Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel “Pernikahan Dini Dalam Islam” ini, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini. atau SMS ke: 0812-8100-0718
*
Jadi bagaimana jika kondisi seorang suami yang sering menyiksa istrinya. Pemabuk, tidak memberi nafkah, tidak beribadah. Apakah harus dipertahankan?
Saya juga pernah membaca ayat tentang Yesus sewaktu menjawab pertanyaan orang Yahudi tentang perceraian. Orang Yahudi berdalih bahwa Musa menyuruh mereka memberikan surat cetai jika kita ingin bercerai. Tapi Yesus menjawab bahwa Musa menyuruh memberikan surat itu karena ketegaran hati orang Yahudi?
~
Saudara Darren,
Dalam ajaran kami pernikahan adalah perjanjian seumur hidup yang tidak dapat dibatalkan, sehingga seseorang harus sungguh-sungguh memohon bimbingan Allah dalam memilih pasangan hidup. Jika ternyata suami sering menyiksa istrinya, yang perlu dilakukan adalah istri tak hentinya berdoa pada Allah agar suaminya berubah. Tetap setia dan tekun mendoakan.
Tidak ada yang mustahil bagi Allah. Allah sanggup untuk mengubah seburuk apapun perilaku seseorang. Bagaimanapun juga perceraian bukanlah solusi dari masalah yang dihadapi dalam pernikahan. Perceraian hanya akan menimbulkan masalah baru dan keluarga yang akan menjadi korbannya.
Isa Al-Masih berkata, “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia” (Injil, Rasul Besar Matius 19:6).
~
NN
~
Tidak ada dalam Islam istilah pernikahan dini, yang ada adalah ketika wanita sudah mengalami haid sudah bisa menikah.
~
Saudara Ronny,
Memang benar bahwa istilah pernikahan dini tidak ada dalam Islam. Tetapi perlu dipahami bahwa nabi saudara mempraktekkan pernikahan dini, bukan? Setidaknya, Hadits Shahih Muslim mengungkapkan hal ini. Hadits riwayat Aisyah ra.: “Muhammad saw menikahiku saat aku berusia 6 tahun, dan Muhammad menyetubuhiku saat aku berusia 9 tahun. Aisyah melanjutkan: Ketika kami tiba di Madinah, aku terserang penyakit demam selama sebulan, setelah itu rambutku tumbuh lebat sepanjang pundak. Kemudian ummu Ruman menemuiku ketika aku sedang bermain ayunan bersama beberapa teman perempuanku. Ia berteriak memanggilku, lalu aku mendatanginya sedangkan aku tidak tahu apa yang dia inginkan dariku. Kemudian ia menarik tanganku dan menuntunku sampai ke depan pintu” (Sahih Muslim No. 2547).
Nabi saudara menikahi Aisyah yang pada waktu itu masih anak-anak dan senang untuk bermain ayunan. Pertanyaannya adalah mengapa nabi saudara menerapkan pernikahan dini pada dirinya sendiri? Bukankah ini menjadi contoh bagi Muslim lainnya seperti Pujiono Cahyo? Bagaimana tanggapan saudara tentang pernikahan Pujiono Cahyo? Mohon pencerahan.
~
Solihin