Umat Islam dan Nasrani setuju dengan pernyataan ini. “Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan.”
Memang ada banyak pertanyaan maupun kesalahpahaman. Umat Islam berpikir bahwa umat Nasrani percaya bahwa Allah diperanakkan.
Saya masih ingat dengan jelas ketika pertama kali mendengar kalimat ini. Kala itu saya sedang duduk di serambi rumah. Kami tinggal di kota kecil di Jawa Timur.
Beberapa anak SMP berjalan kaki pulang dari sekolah. Mereka melihat saya dan langsung berteriak: “Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan!”
Peristiwa ini membuat saya sadar bahwa rupanya banyak orang salah paham. Padahal umat Nasrani setuju sepenuhnya dengan pernyataan pada Qs 112:3. “Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan.”
Mari kita lihat pembahasan istilah ini. Anda akan mengerti kedalaman artinya. Baik bagi umat Islam maupun Nasrani.
Sudut Pandang Dari Akidah Islam
Sebenarnya apakah maksud Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan? Umat Islam percaya Allah adalah pribadi suci. Ia Maha Esa.
Berbeda dengan manusia yang lahir dari proses biologis. Manusia memiliki ayah dan Ibu. Namun Allah bukanlah manusia yang bisa beranak. Karena hal inilah maka umat Islam sulit menerima istilah “Anak Allah”.
Sebenarnya umat Nasrani dalam hal ini memiliki pandangan yang sama. Umat Nasrani juga percaya Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan. Mengapa demikian? Mari kita simak penjelasannya.
Penjelasan Kata Figuratif Dan Harfiah
Mari kita mulai dengan melihat ada banyak frasa yang merupakan bentuk figuratif. Hal ini adalah simbol atau kiasan. Tujuannya menjadi gambaran untuk menyatakan kedalaman arti.
Contohnya istilah “kursi Allah” yang meliputi langit dan bumi pada Qs 2:25. Kita pasti paham Allah adalah dzat rohani. Ia tidak duduk dalam kursi nyata seperti yang manusia ketahui.
Contoh lainnya ungkapan “Muhammad adalah kekasih Allah”. Tentu hubungan “kekasih” ini bukan seperti layaknya hubungan manusia lainnya. Kita mengerti ungkapan tersebut kiasan/figuratif.
Demikian juga istilah “anak”. Secara umum kata ini banyak dipakai sebagai kata figuratif. Contohnya istilah “anak Boyo”. Tentu artinya bukan kota Surabaya melahirkan anak. Melainkan, orang tersebut berasal dari Surabaya.
Ada banyak pemakaian figuratif lainnya. Beberapa contoh adalah istilah: anak kunci, anak tangga, anak kapal, anak kalimat, dan sebagainya.
Demikian juga cara pandang kita saat melihat ayat suci dalam Injil. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal. Supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Injil, Yohanes 3:16). Frase “Anak-Nya yang tunggal” di ayat tersebut adalah figuratif.
Tidak pernah orang Nasrani berkata Allah memiliki anak secara biologis. Pemakaian istilah ini hanyalah kiasan. Tidak ada yang menyatakan Allah melakukan hubungan biologis dengan Maryam.
Dalam hal ini umat Nasrani sepakat dengan pernyataan pada Surah 4:171. Memang benar Allah tidak memiliki anak secara biologis. Istilah “Anak Allah” adalah kiasan yang memiliki makna penting. Karena itu mari kita lihat pengertiannya.
Kedalaman Arti Dari Istilah “Anak Allah”
Memang benar Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan. Istilah “Anak Allah” memiliki makna yang dalam.
1. Menyatakan satu dzat/esensi dengan Allah.
Sama seperti anak kambing adalah kambing. Anak manusia adalah manusia. Demikian juga “Anak Allah” menyatakan sehakikat dengan Allah (Injil, Yohanes 10:30).
Seperti halnya istilah “Anak Suroboyo” berasal dari Surabaya. Demikian juga istilah “Anak Allah” menyatakan berasal dari Allah. Namun tentu bukan berarti anak biologis Allah.
Istilah Anak Allah menyatakan keilahian Isa Al-Masih. Ia satu esensi dengan Allah. Isa berasal dari Allah dalam kekekalan. Isa bukan diciptakan.
2. Menyatakan kedekatan hubungan dengan Allah.
Kitab Allah menyatakan Allah mengasihi manusia. Walaupun Maha Kuasa, Ia mau dekat dengan manusia.
Kedekatan ini tergambar sebagai hubungan antara bapa dan anak. “Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia” (Zabur 103:13).
Istilah Isa adalah anak Allah menyatakan kedekatan hubungan-Nya dengan Allah. Juga menjadi teladan agar manusia yang mengimani-Nya bisa mendekat pada Allah.
3. Merupakan pernyataan Allah bagi manusia.
Karena Isa satu esensi dengan Allah, maka Isa menjadi pernyataan sempurna bagi manusia (Kalimatullah). “Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah. Tetapi Anak Tunggal Allah [Isa Al-Masih], yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya” (Injil, Yohanes 1:18).
Isa adalah Kalimatullah (Qs 4:171). Allah dan Firman-Nya adalah satu. Inilah tauhid yang sebenarnya. Karena tidak mungkin Allah terpisah dari perkataan-Nya.
Karena Itu Isa dapat menyatakan kebenaran Allah bagi manusia. Menjadi petunjuk jalan lurus untuk mendekat pada Allah.
Jadi jelas istilah Isa “Anak Allah” adalah figuratif. Bukan berarti Allah mempunyai anak dari Maryam secara biologis.
Allah Maha Kuasa Sanggup Menjelma Menjadi Manusia
Saya pernah tukar pikiran dengan teman-teman Muslim. Saya bertanya: “Allah Maha Kuasa. Dapatkah Ia masuk Stadion Surabaya?” mereka menjawab: “Allah Maha Kuasa. Tentu dapat masuk ke mana Ia berkehendak.”
Saya bertanya lagi. “Apakah Allah dapat masuk rumah kami?” Jawabannya sama. Demikian juga “Apakah Allah dapat masuk ke ruang tamu dimana kita duduk?” jawabannya sama lagi.
Saya melanjutkan. “Jika demikian sanggupkah Allah masuk ke dalam rahim wanita muda? Sanggupkah Ia menjelma menjadi manusia?” Akhirnya mereka menjawab: “Jika Ia berkehendak, tentu saja bisa.”
Isa Al-Masih adalah Kalimat Allah (Kalimatullah) yang Maha Kuasa. Ia masuk ke dalam rahim Siti Maryam. “… Dia [Isa Al-Masih, Allah] yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia …” (Injil, 1 Timotius 3:16)
Istilah “Anak Allah” menyatakan Allah menjelma menjadi manusia. Ia yang adalah Ruh menjelma untuk menjadi pernyataan Allah (kalimatullah) bagi manusia.
Tujuan Kalimat Allah (Kalimatullah) Menjelma Menjadi Manusia
Isa datang ke dalam dunia untuk menyatakan kasih Allah. Dosa memisahkan manusia dari Allah. Ia memberikan jalan agar manusia berdosa bisa mendekat kepada Allah.
“Pada zaman dahulu banyak kali Allah berbicara kepada nenek moyang kita melalui nabi-nabi. … Tetapi pada zaman akhir ini Ia berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya [Isa Al-Masih]. … Dialah gambar yang nyata dari diri Allah sendiri. … Ia memungkinkan manusia untuk dibebaskan dari dosa-dosa mereka …” (Injil, Ibrani 1:1-3 BIS).
Jika Anda mengimani Isa maka Anda akan menerima kalimat Allah yang menjadi petunjuk hidup manusia. Anda akan mendapat pengampunan dosa. Juga mendapat kebenaran untuk menuntun kehidupan.
Bukan hanya itu saja, melalui Isa bahkan manusia bisa “mendekatkan diri” kepada Allah yang Maha Kudus. Kita diangkat menjadi “anak-anak-Nya” juga. “Lihatlah betapa Allah mengasihi kita. Sehingga kita diakui sebagai anak-anak-Nya …” (Injil, 1 Yohanes 3:1 BIS).
Sangat indah untuk bisa beribadah dekat dengan Allah. Maukah Anda menerima pernyataan kasih Allah (Kalimatullah) bagi manusia ini? Mari mengimani Isa!
[Staf Isa dan Islam – Untuk masukan atau pertanyaan mengenai artikel ini, silakan mengirim email kepada Staf Isa dan Islam.]
Artikel Terkait
Berikut ini link-link yang berhubungan dengan artikel “Allah Tidak Beranak Dan Tidak Diperanakkan” Jika Anda berminat, silahkan klik pada link-link berikut:
Video:
Fokus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Bagaimana pandangan Saudara tentang makna “Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan?”
- Mengapa seharusnya kita menginterpretasikan frasa “anak Allah” secara figuratif, bukan harfiah?
- Jika Allah Maha Kuasa, mengapa Allah tidak bisa menjadi manusia? Mengapa Isa menjadi manusia?
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
PEDOMAN WAJIB MEMASUKAN KOMENTAR
Bagi Pembaca yang ingin memberi komentar, kiranya dapat memperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Komentar harus menggunakan bahasa yang jelas, tidak melanggar norma-norma, tidak kasar, tidak mengejek dan bersifat menyerang.
2. Hanya diperbolehkan menjawab salah satu pertanyaan fokus yang terdapat di bagian akhir artikel. Komentar yang tidak berhubungan dengan salah satu pertanyaan fokus, pasti akan dihapus. Harap maklum!
Komentar-komentar yang melanggar aturan di atas, kami berhak menghapusnya. Untuk pertanyaan/masukan yang majemuk, silakan mengirim email ke: [email protected].