• Skip to primary navigation
  • Skip to main content
  • Skip to primary sidebar
  • Skip to footer
Isa Dan Islam
  • Awal
  • Maksud Situs Ini
    • Tentang Kami
    • Isa dan Al-Fatihah
    • Daftar Artikel
  • Jalan ke Surga
  • Tanya / Jawab
  • Artikel
  • Kitab Suci
  • Hubungi Kami
  • Al-Fatihah
Isa Dan Islam > Artikel > Ulasan Berita Agama > Dicambuk Karena Berjualan Makanan Di Bulan Ramadhan

Dicambuk Karena Berjualan Makanan Di Bulan Ramadhan

26 Oktober 2010 oleh Web Administrator 48 Komentar

CambukSalah satu televisi swasta Indonesia menayangkan sebuah berita yang sangat mengiris hati. Seorang wanita muda dicambuk sebanyak tiga kali dan temannya dua kali.  Mengapa? Karena mereka ketahuan berjualan makanan di bulan Ramadhan. Aparat setempat mengatakan hukuman tersebut berlaku bagi semua warga negara.  Ini merupakan hukuman pertama yang dilaksanakan. Bolehkah berjualan makanan di bulan Ramadhan?

 

Indonesia Berlandaskan Pancasila, Bukan Syariat Islam

Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila. Salah satu silanya menjamin kebebasan warga negara untuk memeluk agama tanpa paksaan.

Jelas, setiap warga negara yang melakukan tindak kesalahan harus dihukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Tentu bagi non-Muslim hukum syariat Islam tidaklah berlaku karena Indonesia bukan negara Islam.

Pantaskah Orang Yang Mencari Nafkah Dihukum?

Di Indonesia terdapat setidaknya lima agama yang berbeda.  Umatnya tersebar di seluruh pelosok Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Tentu, pada bulan Ramadhan tidak semua pemeluk agama tersebut berpuasa. Hanya Muslim saja berpuasa.

Bila ada yang berjualan makanan pada bulan Ramadhan, pastilah pedagang tersebut menjajakan makanannya kepada mereka yang tidak berpuasa atau non-Muslim. Tujuannya supaya mendapatkan uang guna memenuhi kebutuhan hidupnya.  Pantaskah orang yang mencari nafkah dihukum? Apakah pemerintah setempat bersedia memenuhi kebutuhan mereka selama bulan Ramadhan sehingga mereka tidak perlu berjualan?

Hukum Agama dan Hukum Negara

Sebagai warga yang tinggal di negara Pancasila, seharusnyalah dapat membedakan mana hukum agama dan mana hukum negara. Demikian, setiap orang yang melakukan kesalahan dapat dihukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Maka, bukan hukum agama Kristen, Buddha maupun Islam yang berlaku. Hukum negara harus ditegakkan.

Isa Al-Masih dan Hukum Agama

Isa Al-Masih tidak pernah memerintahkan pengikut-Nya untuk melakukan hukuman dengan cara yang sangat keji.  Bahkan Isa Al-Masih melarang pengikut-Nya yang ingin memakai kekerasan dalam membela diri-Nya (Injil Lukas 22:49-51).

Injil berulang kali menekankan pentingnya memperlakukan orang dengan lemah lembut (Injil, Rasul Besar Matius, 5:4) dan tidak memakai paksaan dalam agama. Inilah perbedaan besar ajaran yang diberikan oleh Isa Al-Masih, tidak ada paksaan dalam agama.

Hati Orang Diubah oleh Pekerjaan Roh Allah

Satu-satunya cara mendapat hati baru ialah melalui pekerjaan Roh Allah dalam hati. Allah memberi wahyu-Nya melalui Nabi Besar Yehezkiel sbb: “Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat” (Kitab Yehezkiel 36:26)  Kiranya Saudara akan mempelajari lebih mendalam informasi tambahan mengenai cara mendapat hati baru.

 

Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel “Dicambuk Karena Berjualan Makanan Di Bulan Ramadhan” ini, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini. atau SMS ke: 0812-8100-0718

{jcomments on}

Bagikan Artikel Ini:

Share on Facebook Share on Twitter Share on WhatsApp Share on Email Share on SMS

Ditempatkan di bawah: Ulasan Berita Agama

Reader Interactions

Comments

  1. nuroel mengatakan

    12 November 2010 pada 1:43 pm

    *
    Berjualan saat semua orang berpuasa adalah bentuk ketidak-toleransian. Bahkan itu bisa saja sebagai penghinaan sehingga pantas untuk dihukum, mengingat Indonesia adalah negara majemuk, negara yang menjunjung tinggi nilai toleransi.

    Adapun bagi mereka yang ingin berdagang atau mencari nafkah bisa dilakukan malam hari. Karena pada saat itulah umat Muslim juga butuh buka puasa.

    Balas
    • staff mengatakan

      13 Januari 2011 pada 9:53 am

      ~
      Sdr. Nuroel, maaf bila kami tidak sepenuhnya setuju dengan pendapat saudara. Tidak semua rakyat Indonesia berpuasa pada bulan Ramadhan. Begitu banyak orang-orang non-Muslim yang tidak berpuasa dan juga perlu makan.

      Dari segi manakah saudara menilai bahwa orang yang berjualan pada bulan puasa adalah sebuah penghinaan?

      Isa Al-Masih mengajarkan, “Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi” (Injil, Rasul Besar Matius 6:17-18)

      Bila motivasi berpuasa semata-mata karena Allah, maka walaupun ada orang yang berjualan, bahkan makan sekalipun di hadapan kita, hal itu tidak akan pernah mempengaruhi puasa kita. Apa lagi harus menghukum mereka.
      ~
      SO

  2. Moch Ginanjar mengatakan

    14 November 2010 pada 3:08 am

    *
    Sebelum menilai sesuatu, kita harus tahu latar belakangnya terlebih dahulu.

    Ada beberapa hal yang harus anda ketahui:

    1. Jika tidak salah, kejadian itu terjadi di daerah Aceh, di mana daerah itu mempunyai aturan otonomi khusus karena itu adalah salah satu syarat kenapa “GAM” “mau bergabung” dengan Indonesia.

    2. Kita harus mengakui bahwa itu adalah keputusan politik sebagai upaya kesatuan NKRI.

    3. Sepertinya anda lebih cenderung ke Isa Almasih, daripada ke Islam karena penilaian anda hanya meng-compare Injil saja. Karena Indonesia mayoritas Islam, ya barang tentu “kejelekan” pasti banyak di erbuat orang islam.
    Salam.

    Balas
    • staff mengatakan

      10 Desember 2010 pada 9:37 am

      ~
      Sdr. Ginanjar,

      Bila benar yang Saudara katakan bahwa itu sebuah keputusan politik, maka tetap saja harus mengacu pada Pancasila dan UUD’45 sebagai dasar acuan NKRI yang menjamin kebebasan seseorang dalam menjalankan keyakinannya. Dan menurut kami, UUD’45 berlaku di seluruh Indonesia, tanpa perkecualian.

      Dan kecenderungan kami menjawab apa yang Saudara katakan, di sini kami berusaha memberitahukan mengenai “Jalan Kebenaran” di dalam Isa Al-Masih, baik yang terdapat di dalam Injil dan juga Al-Quran.

      Banyak orang saat ini tidak menyadari bahwa “Jalan Keselamatan” terkandung di dalam Al-Quran.

      Jika Saudara rindu untuk mempelajarinya, kami persilahkan untuk boleh merenungkannya dalam: www.isadanislam.org/jalan-keselamatan
      ~
      SO

  3. sepatu hitam mengatakan

    16 November 2010 pada 2:35 am

    *
    Mengapa hal ini menjadi pembahasan, karena ini tidak begitu penting? Sebaiknya kita melihat di mana hukum itu dilaksanakan.

    Jika memang ini dialog yang berimbang, seharusnya artikel diatas harus berimbang. Karena Pancasila sudah disinggung, berarti harus ada keadilan. Juga dalam tulisan itu, seharusnya bukan hanya ditulis keadilan yang berasal dari sepihak saja.

    Humanisme yang anda usung belum terlihat!

    Balas
    • staff mengatakan

      25 November 2010 pada 2:48 am

      ~
      Sdr Sepatu Hitam,

      Hukuman cambuk karena menjual makanan saat Ramadhan bukanlah masalah ringan. Hukuman cambuk tersebut merupakan langkah mundur dari penegakan HAM di Indonesia. Hukuman itu juga telah memamerkan kesadisan dan mengabaikan aspek humanisme, tidak manusiawi, dan perbuatan yang merendahkan martabat manusia.

      Pemberian hukuman cambuk dipastikan dapat menimbulkan penderitaan yang besar. Tidak hanya luka fisik dan psikologis si terpidana, tetapi keluarganya juga akan mendapat malu dan trauma, sebagai akibat pelaksanaan hukuman di depan khalayak ramai.

      Berbeda dengan ajaran Isa Al-Masih dalam Injil Rasul Besar Yohanes 8:7 “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.”

      Hal yang lebih penting adalah bagaimana kita mengimplementasikan humanisme dalam kehidupan sehari-hari bermasyarakat, untuk menjunjung tinggi pemerintahan yang bermartabat dan berazaskan Pancasila.
      ~
      SL

  4. sipengebara mengatakan

    16 Desember 2010 pada 9:45 am

    *
    Di Islam, HAM adalah hal yang pertama dijunjung, tapi tentu saja kita mesti setuju kalau HAM itu bukan berarti bebas. Harus tetap ada aturan main.

    Saya pikir hukuman penjara lebih melanggar HAM. Di satu pihak merepotkan yang dihukum, yang kedua merepotkan negara yang mesti menanggung biaya makan dia, lewat pajak.

    Kita harus menegakkan HAM, tapi kita harus taat kepada hukum dan aturan. Sebagai contoh, di negara barat saja yang katanya menjunjung tinggi HAM, orang yang mempertanyakan “genoside” juga diancam penjara. Padahal ini kan kebebasan berekspresi. Dan saya berpikir bahwa di Injil juga ada ayat yang menjelaskan aturan main di mana pelanggar juga dihukum.

    Balas
    • staff mengatakan

      30 Desember 2010 pada 3:29 pm

      ~
      Saudara Sipengebara, benarkah umat Muslim menjunjung tinggi dan mengutamakan HAM?.
       
      Umat Muslim di satu sisi menganggap bahwa bulan Ramadhan adalah bulan suci, penuh berkah, rahmat dan pengampunan Allah. Tetapi di sisi yang lain melakukan tindak kekerasan ataupun penodaan terhadap makna Ramadhan itu sendiri.

      Pantaskah terjadi pengrusakan-pengrusakan yang begitu banyak di bulan Ramadhan? Pantaskah orang yang mencari makan dihukum cambuk pada bulan yang penuh rahmat?

      Berkaitan dengan bulan atau hari yang dianggap suci oleh agama, misalnya: Hari Sabat. Isa Al-Masih mengajarkan bahwa Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat. Ini berarti yang menjadi keutamaan di dalam menjalani hari peringatan agama adalah “manusia” sebagai makhluk Tuhan, dan bukan “hari”-nya yang dipentingkan.
      ~
      SL

  5. Abd. Razak mengatakan

    17 Desember 2010 pada 4:14 am

    *
    Umat Kristen yang baik pasti menghargai umat Islam yang melaksanakan puasa dengan cara tidak makan di tempat umum, apalagi berjualan makanan di siang hari.

    Balas
    • staff mengatakan

      23 Desember 2010 pada 10:24 am

      ~
      Sdr. Abd. Razak, artikel di atas dan media yang menayangkannya, tidak mengatakan apakah yang berjualan itu Muslim atau Kristen. Namun sepintas terlihat bahwa yang berjualan tersebut adalah seorang Muslim.

      Kami tidak menyoroti persoalan jikalau ada orang non-Muslim yang makan di tempat umum. Yang disoroti di sini adalah bahwa ada orang yang dihukum secara kejam karena berjualan saat bulan Ramadhan.

      Kami sangat menghormati umat Muslim yang sedang berpuasa, sebagaimana kami juga mengharapkan setiap orang boleh menjunjung tinggi harkat dan martabat setiap insan manusia.
      ~
      SO

  6. prihatin mengatakan

    23 Desember 2010 pada 9:51 am

    *
    Bukankah seharusnya orang yang berpuasa harus bersyukur dengan adanya orang yang berjualan? Karena dengan demikian, imannya akan diuji dan diperkuat ketika menjalankan puasa.

    Balas
    • staff mengatakan

      23 Desember 2010 pada 10:29 am

      ~
      Seseorang yang benar-benar ingin melaksanakan ibadah puasa dengan motivasi yang murni bagi Allah, tidak akan merasa terganggung dengan orang lain yang berjualan makanan. Fokus orang beriman adalah pada Allah dan bukan pada manusia.

      Walau begitu, kami sangat mengharapkan dan menghimbau agar orang-orang yang tidak berpuasa juga dapat menghargai mereka yang berpuasa, dengan tidak makan di tempat-tempat umum.

      Dengan demikian, akan tercipta kerukunan umat beragama. Setiap orang bebas dalam melaksanakan ibadahnya, sementara mereka yang mencari nafkah pun kiranya tidak mengganggu mereka yang sedang berpuasa.
      ~
      SO

  7. Putra mengatakan

    8 Januari 2011 pada 7:06 pm

    *
    Tergantung lokasi jualannya di mana?

    Yah begitulah kalau orang picik memandang semua persoalan dari sudut pandang dia dan maunya menang sendiri.

    Kalau cuma jualan makanan di bulan puasa, bukan berarti dia tidak menghormati orang lain. Yang puasa ya puasa saja, tidak ada urusannya sama orang yang lagi cari nafkah!

    Mungkin dia terdorong kebutuhan hidup sehingga dia harus mencari nafkah, itu hak azazi manusia dan dilindungi UU!

    Kecuali sambil jualan makanan dia mengejek orang yang berpuasa, tapi rasanya tidak mungkin ada orang segila itu.

    Tetapi kalau dia berdomisili di Aceh, menurut saya dia harus lebih berbijaksana. Ini namanya mencari penyakit. Karena sejak otonomi khusus di Aceh, di sana sudah diberlakukan syariat Islam.

    Tapi kalau kejadiannya di luar Aceh, saya setuju bahwa jikalau dia memang melakukan kegiatan yang mengganggu, maka ia bisa dituntut ke pengadilan untuk dihukum atas dasar penghinaan terhadap agama.

    Balas
    • staff mengatakan

      24 Januari 2011 pada 1:50 am

      ~
      Saudara Putra, pendapat Saudara ada benarnya. Namun benarkah seluruh masyarakat Aceh setuju dengan pemberlakuan syariat Islam? Pernahkah dilakukan jajak pendapat yang menjangkau seluruh pelosok Aceh dan menanyakan apakah penerapan syariat Islam merupakan kebutuhan mereka?

      Menurut kami, penerapan syariat Islam seperti yang di atas ini, hanya menimbulkan efek yang kelihatan langsung pada masyarakat “bawah”. Dan sama sekali tidak menyentuh kalangan atas untuk menyadarkan ataupun menghukum ‘dosa-dosa’ mereka yang tidak menjalankan kewajibannya mensejahterakan rakyat Aceh.

      Maaf jika kami terpaksa mengatakan bahwa hal ini sangat kontras dengan ajaran Isa Al-Masih. Kedatangan-Nya ke dunia justru membawa pengharapan bagi semua lapisan masyarakat.

      “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.” [/b](Injil Lukas 4:18-19)
      ~
      SL

  8. nunu mengatakan

    26 Maret 2011 pada 4:07 pm

    *
    Admin: Tolong dibaca sejarahnya, baca juga Undang-Undang Indonesia yang mengakui hukum adat, hukum syariah ini malah lebih tinggi kapasitas levelnya dari adat, masak tidak diakui?

    Aceh juga sudah memiliki kewenangan sendiri untuk mengatur warganya dengan hukum syariah.

    Boleh saya kasih tahu, syariah itu tidak sesempit itu, lihat juga efeknya bagi masyarakat umum.

    Kalau anda hanya melihat sisi HAM terus, tidak ada habisnya. Hasil atas nama HAM, bisa kawin dan mengawinkan sesama jenis, bisa bikin hukum sendiri tidak menikah seumur hidup.

    Balas
    • staff mengatakan

      7 April 2011 pada 5:34 am

      ~
      Saudara Nunu,

      Setahu kami, syariat yang berlaku di Aceh adalah syariat Islam. Dan yang kami soroti di sini adalah bahwa agama Islam mengajarkan kekerasan fisik. Apakah Saudara setuju akan pernyataan kami ini?

      Para pengikut Isa Al-Masih yang sejati menentang pernikahan sesama jenis dan semua hal lain yang mengganggu norma. Namun semuanya sebaiknya diserahkan kepada hukum negara, dan biarlah ditangani dengan adil dan penuh kasih, seperti ajaran Isa Al-Masih. Hukuman yang benar adalah untuk menyadarkan, dan bukan untuk membuat cacat atau dendam.
      ~
      CA

  9. zaenurdin mengatakan

    14 Mei 2011 pada 1:14 pm

    *
    Saling bertoleransilah. Itu kan tempat di mana Islam adalah mayoritas. Coba lihat di Manado, Timika, saat puasa rumah makan banyak yang buka. Toleransi Muslim pun dijalankan di Bali dengan tidak menyembelih kurban sapi saat Idul Adha dikarenakan dapat menyinggung perasaan umat Hindu yang menganggap sapi sebagai kendaraan dewa mereka.

    Balas
    • staff mengatakan

      18 Mei 2011 pada 8:49 pm

      ~
      Saudara Zaenurdin, adalah tidak benar kalau dikatakan pada hari Idul Adha tidak ada pemotongan sapi di Bali. Umat Islam di Bali malah mengatakan agar umat non Islam di sana bisa menghargai mereka yang minoritas.

      Hal ini bisa Saudara baca di portal-portal berita. Jika Saudara menginginkannya, maka kami akan menyertakan link-nya kepada Saudara nanti.

      Kami sangat menjunjung tinggi toleransi beragama. Namun kami juga tidak setuju akan kekerasan fisik untuk diterapkan pada hal-hal yang berbau agama, sebab agama adalah menyangkut iman di dalam hati, dan bukan perkara fisik.
      ~
      CA

  10. Anggur Baru mengatakan

    24 Mei 2011 pada 12:24 pm

    *
    Ini peristiwa yang sangat menyedihkan bagi bangsa Indonesia.

    Pemaksaan dan ancaman dalam (hukum) agama hanyalah menghasilkan orang semakin jauh dari Penciptanya.

    Tidaklah mengherankan bila di negara-negara Islam, puluhan ribu penganutnya tiap bulan meninggalkan agamanya. Takut akan Tuhan lah yang sesungguhnya membawa orang kepada kekudusan dan kebenaran hidup, bukan takut akan hukum agama.

    Balas
    • staff mengatakan

      3 Juni 2011 pada 8:05 am

      ~
      Saudara Anggur Baru, kami setuju dengan kalimat terakhir pernyataan Saudara. Bahwa yang penting adalah rasa taat dan takut kepada Tuhan, dan bukan rasa takut terhadap ancaman hukuman agama.

      Rasa taat dan takut kepada Allah menghasilkan pertobatan, sementara rasa takut akan hukuman hanyalah menghasilkan dendam yang terkurung sesaat, dan tidak mempertobatkan. Seorang anak yang dibesarkan dalam suasana takut akan sangat berbeda dengan anak yang dibesarkan dengan dengan kasih.
      ~
      CA

Baca komentar lainnya:

1 2 3 »

PEDOMAN WAJIB MEMASUKAN KOMENTAR

Bagi Pembaca yang ingin memberi komentar, kiranya dapat memperhatikan hal-hal berikut ini:

1. Komentar harus menggunakan bahasa yang jelas, tidak melanggar norma-norma, tidak kasar, tidak mengejek dan bersifat menyerang.
2. Hanya diperbolehkan menjawab salah satu pertanyaan fokus yang terdapat di bagian akhir artikel. Komentar yang tidak berhubungan dengan salah satu pertanyaan fokus, pasti akan dihapus. Harap maklum!
3. Sebelum menuliskan jawaban, copy-lah pertanyaan yang ingin dijawab terlebih dahulu.
4. Tidak diperbolehkan menggunakan huruf besar untuk menekankan sesuatu.
5. Tidak diijinkan mencantumkan hyperlink dari situs lain.
6. Satu orang komentator hanya berhak menuliskan komentar pada satu kolom. Tidak lebih!

Komentar-komentar yang melanggar aturan di atas, kami berhak menghapusnya. Untuk pertanyaan/masukan yang majemuk, silakan mengirim email ke: [email protected]

Kiranya petunjuk-petunjuk di atas dapat kita perhatikan.

Wassalam,
Staf, Isa dan Islam

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

 huruf tersedia

Sidebar Utama

Artikel Terbaru

  • 5 Mukjizat Isa Al-Masih di Al-Quran
  • Cerita Nyata: Perjalanan Mukmin Mendapatkan Kepastian Surga
  • Solusi Dua Ancaman Di Masa Pandemi Bagi Umat Manusia
  • Mengapa Banyak Muslim Bermimpi Mengenai Isa Al-Masih
  • Lima Alasan Isa Al-Masih Tidak Perlu “Shalawat Nabi”

Artikel Terpopuler Bulan Ini

  • Adakah Harapan bagi Umat Beragama di Tengah Musibah
  • Keaslian Kitab, Naskah-Naskah Kuno Al-Quran dan Alkitab
  • Bukti Utama Allah Mencintai Mukmin Miskin
  • Lima Alasan Isa Al-Masih Tidak Perlu “Shalawat Nabi”
  • Isa Tidak Pernah Katakan, “Akulah Allah!”

Artikel Yang Terhubung

  • Orang Libanon Akan Dihukum Mati Karena Mempraktekan…

Footer

Aplikasi Isa Dan Islam

Aplikasi Isa dan Islam merupakan aplikasi smartphone yang dapat Anda download GRATIS!

App Isadanislam

Renungan Berkala Isa dan Al-Fatihah

Apabila Anda ingin menerima renungan singkat setiap minggu, silakan menekan tombol di bawah ini

Renungan Berkala Isa Dan Al-Fatihah

Social Media

Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
Hak Cipta © 2009 - 2021 Dialog Agama Isa dan Islam. | Kebijakan Privasi |
Kebijakan Dalam Membalas Email
| Hubungi Kami