Fauzan rindu menjadi Mukmin. Ia ingin mendapatkan status “hamba Allah.” Ia berusaha hidup taat walau kadang banyak kelemahan.
Fauzan adalah remaja pria yang rindu menjadi hamba Allah terbaik agar mendapatkan kasih Allah.
Apakah Anda seperti Fauzan yang ingin mendapatkan kasih Allah? Mari kita lihat pencarian Fauzan akan hal ini.
Merindukan Dapat Status “Hamba Allah”
Fauzan banyak bertanya kepada teman dan ahli agama. Banyak sekali yang menyatakan hakikat manusia utama adalah mendapat status sebagai hamba Allah.
Banyak ayat Al-Quran menyatakan hal ini. Contohnya: “Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Quran kepada hamba-Nya” (Qs 25:1). Nabi Islam juga mendapat sebutan “hamba Allah” (Qs 72:19).
Lebih lanjut ada ayat yang meminta manusia untuk menyembah Allah sebagai hamba. “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah (sebagai hamba) dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya . . .” (Qs 98:5).
Ayat Suci Yang Mengubah Cara Pandang Fauzan
Satu kali Fauzan mendengar informasi dari temannya. Ia mendengar cerita di kitab Allah yang membuatnya kagum.
Berikut ini kisahnya (Injil, Lukas 15:11-24, parafrasa):
“Ada seorang ayah mempunyai dua anak laki-laki. Si bungsu tiba-tiba datang dan meminta pembagian warisan. Padahal sang ayah masih hidup.
Lalu anak bungsu itu pergi ke negeri jauh untuk hidup berfoya-foya. Sampai hartanya habis dan timbul bencana kelaparan. Iapun melarat dan bekerja sebagai penjaga babi.
Keadaan makin parah, sampai satu saat anak bungsu ini kelaparan. Ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi. Namun tidak seorangpun yang memberikan kepadanya.
Lalu ia menyadari keadaannya. Dalam keterpurukan ia mau kembali ke rumah ayahnya. Dalam takut dan rasa bersalah ia berniat kembali sebagai “hamba” bukan “anak.”
Namun, ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia. Lalu merangkul dan menciumnya.
Bahkan ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: ‘Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik. Pakaikanlah itu kepadanya. Kenakanlah cincin pada jarinya. Juga sepatu pada kakinya. Ambillah anak lembu tambun. Marilah kita makan dan bersukacita. Sebab anakku telah mati dan menjadi hidup kembali. Ia telah hilang dan didapat kembali.’”
Ayat-ayat ini menggambarkan kasih Allah bagi manusia berdosa. Anak yang penuh dosa itu sebenarnya puas menjadi hamba. Ia merasa tidak layak. Namun, rahmat Allah menerimanya sebagai anak.
Beda Pola Pikir “Hamba Allah” dan “Anak Allah”
Kisah ini menggelisahkan Fauzan. Ia melihat perbedaan pola pikir status hamba Allah dengan anak Allah.
Jika orang bisa memilih menjadi hamba atau anak, pastilah memilih menjadi anak. Perhatikan beberapa perbedaan ini:
1. Hak-hak hamba
Secara umum, seorang hamba mempunyai hak terbatas. Mereka hanya bekerja atau mengabdi pada tuannya.
Hamba tidak mendapat warisan sama sekali. Mereka hanya mendapat upah pekerjaan.
Kebanyakan hamba dan tuan tidak punya hubungan yang erat. Karena hanya sebatas pekerjaan saja.
Juga hubungan berdasarkan kepercayaan terbatas. Sesuai hasil pekerjaan. Jika ada pelanggaran maka pasti ada sanksinya.
2. Hak-hak anak
Sebaliknya anak memiliki banyak hak. Anak adalah anggota keluarga. Pasti mendapatkan warisan dari orang tua.
Kasih dan kepercayaan adalah dasar hubungan ayah dan anak. Anak mematuhi perintah ayahnya karena mengasihi dan ingin membahagiakannya.
Anak taat bukan karena merasa takut. Juga bukan agar mendapatkan kasih ayahnya. Tetapi, karena ayahnya telah mengasihinya. Sehingga menjadi bagian dari bakti dan ucapan syukur anak.
Memang ayah bisa menghukum anaknya. Namun, itu terjadi karena sang ayah ingin yang terbaik untuk anak tersebut.
Pilihlah Yang Terbaik Bagi Diri Anda!
Fauzan mendengar bahwa Allah menyediakan jalan melalui Isa Al-Masih. Allah sangat mengasihi manusia. Ia mau menerima manusia bukan saja sebagai hamba melainkan juga sebagai anak.
“Allah yang telah mengasihi kita. Ia mengutus Anak-Nya [Isa Al-Masih/Kalimatullah] sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. Supaya semua orang yang menerima-Nya [Isa Al-Masih] menjadi anak-anak Allah. Dan menjadi ahli waris Kerajaan [surga]” (Injil, 1 Yohanes 4:9-10, Yohanes 1:12-13, Yakobus 2:5, parafrasa).
Fauzan senang karena adalah kehormatan besar ia bisa mendapat status “anak Allah.” Ia merasakan penerimaan dan kasih Allah. Fauzan hidup dalam ucapan syukur.
Menjadi “hamba Allah” atau “anak Allah” yang Anda inginkan? Jika ingin mengalami kasih Allah dan jaminan surga-Nya, jadilah anak Allah dengan percaya kepada Isa Al-Masih!
[Staf Isa dan Islam – Untuk masukan atau pertanyaan mengenai artikel ini, silakan mengirim email kepada Staff Isa dan Islam.]
Fokus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Menurut Saudara mengapa menjadi anak Allah lebih baik bahkan terbaik?
- Manakah yang Saudara pilih, menjadi hamba Allah yang dinilai ketaatannya, atau anak Allah yang beroleh kasih dan jaminan sorga dari Allah? Mengapa?
- Mengapa Isa berkuasa menghapus dosa-dosa manusia dan menjadikan kita anak-anak Allah?
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Artikel Terkait
Berikut ini dua link yang berhubungan dengan artikel di atas. Jika Anda berminat, silakan klik pada link-link berikut:
- Mengapa Sebaiknya Muslim Mengenal Allah Sebagai “Bapa”?
- Pewaris Surga: Untuk “Hamba Allah” (Islam) Atau “Anak Allah” (Kristen)?
- Dapatkah Isa Al-Masih Menanggung Dosa Manusia?
Video:
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
Tersadar mengatakan
~
Hidup sebagai anak, karena anak lebih dekat dengan Bapanya di sorga.
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Tersadar,
Benar sekali bahwa status sebagai anak memungkinkan kita memiliki hubungan yang dekat dengan Allah sebagai Bapa. Kita juga memiliki hak dan kewajiban sebagai anak. Jika kita hanyalah hamba dan Allah adalah Tuannya tentu saja hubungan kita dengan Allah hanya sebatas atasan dan bawahan.
~
Noni
Yohannes mengatakan
*****
1. Istilah “anak Allah” dalam Kristen setara maknanya dengan istilah “hamba Allah yang beriman” dalam Islam. Allah tidak punya anak biologis. Anda hanya boleh menganggap istilah “anak Allah” yang dipakai Alkitab berbeda dengan istilah “hamba Allah yang beriman” yang dipakai Al-Quran, jika anda meyakini bahwa Dia punya anak biologis.
2. Sama saja. Bahkan Al-Quran mengecam Yahudi dan Kristen yang terlalu over PD dengan klaim jaminan surga hanya karena mereka menganggap diri sebagai “anak Allah” (Al-Maidah :18).
3. Yesus memang diberi kuasa langit dan bumi, tetapi itu tidak menjadikan dia Tuhan. Kuasanya adalah pemberian. Bahkan Yesus sendiri mengaku jika dia tidak bisa berbuat apa-apa dari dari dirinya.
Staff Isa dan Islam mengatakan
*****
Saudara Yohannes,
1. Kami setuju dengan saudara bahwa Allah tidak mempunyai anak biologis. Dan itu yang dipahami umat Kristen. Mereka meyakini Anak Allah bukan dalam pengertian biologis sebagaimana dituduhkan umat Islam, tetapi Anak Allah dalam pengertian adikodrati.
2. Menjadi anak Allah tentu memiliki hak waris dibandingkan menjadi hamba. Hamba tidak akan memperoleh bagian dari tuannya. Tetapi anak memperoleh bagian penting dari orangtuanya. Tentu anak dan hamba adalah dua status yang berbeda.
3. Jika Isa Al-Masih memegang kuasa di bumi dan di sorga, maka sudah seharusnya saudara memikirkan hal ini lebih jauh. Mengapa Isa Al-Masih memiliki kuasa itu? Bukankah kuasa itu hanya berhak dimiliki Allah saja? Bagaimana menurut saudara?
~
Solihin
Edi mengatakan
~
Asallammuallaikum wr wb,
1. Yang pertama akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang pertama.
2. Manapun yang anda pilih semua sudah jelas. Orang yang bertawadhu yang lebih ditinggikan, karena Yesus sendiri membasuh kaki-kaki murid-Nya.
3. Keselamatan, penghapusan dosa dan surga. Hanya untuk orang orang yang mengingat allah (dzikir)/tubuhmu adalah bait Allah “bait Allah”, rumah doa. Karena, semua keterangan tentang keselamatan dan penghapusan dosa sudah diwartakan dari jaman “Adam” sampai “Muhammad”. Silakan cek out kitap masing-masing.
Wassalamuallaikum wr wb
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Edi,
1. Itu bisa saja terjadi. Tetapi soal kedudukan anak dan hamba, maka hamba tidak mendapatkan tempat yang layak bersama sang tuan, kecuali anak. Dia memiliki istimewa yaitu hak waris. Pertanyaannya adalah apakah hamba memiliki hak waris dari tuannya?
2. Isa Al-Masih membasuh kaki membuktikan kerendahan hati-Nya. Sekaligus memberikan pembelajaran kepada para murid-murid-Nya. Tetapi dari segi pemberi rahmat keselamatan, maka Isa Al-Masih adalah pemberi rahmat tersebut.
3. Mengingat Allah belum tentu diselamatkan. Uniknya, nabi saudara pun tidak tahu keselamatannya (Qs 46:9). Apakah ini berarti nabi saudara tidak pernah mengingat Allah? Bagaimana menurut saudara?
~
Solihin
Khajis mengatakan
*****
1.” Anak Allah” dan “hamba Allah” hanyalah istilah, bukan makna yang sesungguhnya. Jadi tidak bisa diartikan kemudian anak Allah akan dapat warisan, dan hamba Allah tidak dapat warisan. Jika anak diartikan keturunan langsung Dan hamba diartikan budakMaka domba, dan gembalaan juga harus diartikan hewan dan pengembalanya (manusia), aku tidak mau dijadikan domba. Dan pendeta dijadikan pengembalanya. Dalam Islam, sekalipun itu “anak angkat” tidak lantas mendapat hukum atau perlakuan seperti “anak kandung”, apalagi “anak” dalam bentuk istilah, pastinya jauh berbeda dengan anak kandung.
2. Menjadi hamba yang sesungguhnya lebih baik dari pada menjadi anak hanya dalam istilah. Hamba (ciptaanya), nyata dan fakta. Menjadi hambanya tidak akan mengurangi kemuliaanya, mesin yang baik adalah mesin yang bekerja sesuai tujuan penciptaanya.
3. Menghapus dosa? Menjadi anak? Dalam Islam, untuk menghapus dosa itu tak serumit dalam ajaran Kristen. Cukup istighfar, menyadari kesalahan atau dosanya kemudian tidak mengulangi perbuatan dosanya lagi. Jika lupa melakukan dosa lagi, ulangi cara di atas untuk meminta penghapusan dosa kepada Allah SWT. Kami yakin Allah SWT maha pemaaf, maha penghapus dosa tanpa minta ini itu.
Staff Isa dan Islam mengatakan
*****
Saudara Khajis,
1. Memang benar bahwa istilah anak Allah atau hamba Allah memiliki makna figuratif. Tetapi makna tersebut menggambarkan kedudukan manusia di hadapan Allah. Metafora tersebut untuk menunjukkan bahwa setiap orang yang disebut anak pasti mendapatkan hak waris, sedangkan hamba tidak mungkin mendapatkan hak waris, kecuali mendapatkan perintah dari tuannya.
2. Menjadi hamba sesungguhnya pun tidak lebih baik daripada menjadi anak dalam istilah. Sebab menjadi hamba dalam pengertian sebenarnya tidak akan memperoleh apapun dari tuannya, kecuali perintah dan hukuman. Tidak demikian dengan anak. Sekalipun dalam istilah, maka anak tersebut mendapatkan perhatian dari sang ayah. Setidaknya, ia mendapatkan kasih sayang dari sang ayah. Pengikut Isa Al-Masih dijadikan anak oleh Allah karena mereka memperoleh rahmat keselamatan dari Isa Al-Masih.
3. Hanya dengan meminta ampun, maka dosa dan kesalahan dianggap tidak ada, maka ini dapat menjadikan umat Islam senang bermain-main dengan dosa. Karena akan muncul pemikiran bahwa meminta ampun dapat membereskan dosa. Padahal perlu dipikirkan juga sifat mahaadil Allah. Apakah Allah yang mahaadil tidak menghukum orang berdosa? Kami meragukan hal itu. Pertanyaannya, bila Allah hanya mengampuni dan tidak menghukum manusia berdosa, dimana keadilan Allah? Bagaimana saudara?
~
Solihin
Abdul Somad mengatakan
~
Khajis,
Bilangan 14:18, “TUHAN itu berpanjangan sabar dan kasih setia-Nya berlimpah-limpah, Ia mengampuni kesalahan dan pelanggaran, tetapi sekali-kali tidak membebaskan orang yang bersalah dari hukuman, bahkan Ia membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat.”
Jadi pengampunan dosa tidak segampang yang anda kira. Allah memang Maha Pengampun, tetapi oleh Maha Adil-Nya, Dia tidak akan membebaskan orang dari hukuman. Hukum tetap harus ditegakkan dan orang bersalah mesti bayar harga atas kesalahan yang diperbuat. Hukum dunia juga seperti itu. Karena Kasih-Nya, maka Allah mengambil tanggung jawab bayar harga melalui Isa Al-Masih.
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Abdul,
Tepat sekali bahwa Allah memiliki sifat mahakasih, tetapi juga sifat mahaadil. Bagaimana sifat mahakasih dan mahaadil Allah bertemu? Ini yang perlu dipikirkan lebih jauh. Kami berharap saudara Khajis dapat memikirkan hal ini bila dihubungkan dengan Allah SWT. Terimakasih untuk tanggapan saudara.
~
Solihin
Khajis mengatakan
~
John lukas mengatakan: “Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris maksudnya orang-orang yg berhak menerima janji-janji Allah, yg akan menerimanya bersama-sama dengan Yesus Kristus Yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan dia [ Injil Surat Roma 8:17]”
Tanggapan:
Janji adalah hutang. Jika Tuhan maha benar dan maha menepati janji, seharusnya semua orang berhak dipenuhi janjinya oleh Tuhan, walaupun orang tersebut bukan Kristen.
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Khajis,
Semua orang memang diberikan kesempatan untuk menerima janji Allah tersebut. Tetapi bila yang bersangkutan menolak janji tersebut, maka apakah Allah salah bila menjatuhkan hukuman kelak?
Kami bertanya kepada saudara. Apakah saudara mau menerima janji Allah tersebut? Mengapa?
~
Solihin
Indra Sri hudaua mengatakan
~
Terkait : Menurut Saudara mengapa menjadi anak Allah lebih baik bahkan terbaik?
Sebelum menjawab pertayaan anda terlebih dahulu saya bacakan ayat Al-Quran : Allah SWT berfirman: “(Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.” (QS. Al-Ikhlas 112: Ayat 3). Dan saya yakin Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.” Baik dalam Al-Quran ataupun Alkitab. Jadi tidak akan ada pertanyaan sebagaimana yang anda tanyakan tsb diatas.
Indra Sri Hudaya
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Indra,
Tepat sekali yang sdr sampaikan, bahwa Alah tidak beranak dan diperanakan. Allah bukan manusia, itu sebabnya Dia tidak pernah mempunyai anak bilologis seperti anggapan Islam pada umumnya. Nah, yang dimaksud menjadi anak Allah adalah istilah, kata kiasan yang berarti Allah menerima manusia berdosa sebagai anak-anak-Nya, bukan berdasarkan ketaatan/amal baik mereka. Melainkan karena mereka percaya kepada karya penebusan Isa Al-Masih melalui penyaliban-Nya. Seperti keluarga yang mengadopsi anak yatim piatu yang terlantar atau terbuang, demikianlah Allah mengadopsi kita sehingga menjadi anggota keluarga-Nya.
Kami merekomendasikan sdr untuk membaca penjelasan artikel yang menjelaskan tentang Anak Allah lebih lanjut. Silakan sdr klik link ini https://tinyurl.com/ychyz76q. Berharap pandangan sdr dapat dicerahkan.
~
Purnama
hamba allah mengatakan
~
Menurut kamus Bahasa Indonesia hamba allah: manusia. Sedangkan Anak Allah: gelar untuk Yesus. Bukan pasangan yang bisa dipertentangkan. Contohnya : hitam putih, rendah tinggi, kaya miskin, manis pahit, jadi tidak perlu diributkan.
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Hamba Allah,
Mohon maaf, definisi yang saudara paparkan mengenai budak Allah dan anak Allah kurang tepat. Sebab anak Allah yang dimaksud bukanlah menunjuk pada gelar keilahian Yesus, sebab kita tidak sedang membicarakan hal itu. Anak Allah yang dimaksud adalah status para pengikut Isa dihadapan Allah bukanlah hamba/budak tetapi seperti anak yang memiliki hak sebaagi anak, termasuk hak warisan dan memiliki hubungan yang dekat dengan Allah yang digambarkan sebagai Bapa. Allah menganggap kita sebagai anak-Nya, bukan budak-Nya.
~
Noni
Gandhi Waluyan mengatakan
~
Yang saya tahu berdasarkan buku Five Gospels, bahwa injil Yohanes 1 yang anda jadikan dasar keimanan itu bukan perkataan Yesus, apalagi perkataan Allah. Itu hanya pendapat Yohanes. Yesus tidak permah menyebut pengikutnya dengan sebutan anak Allah. Namun menyebutnya dengan binatang, yaitu domba. Tinggi mana derajat Hamba Allah dengan binatang domba?
Saya pikir admin mesti instropeksi diri sebelum memyatakan pendapat dan lebih banyak mempelajari Alkitab.
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Gandhi Waluyan,
Terimakasih atas saran saudara agar kami lebih banyak lagi mempelajari Alkitab.
Tentu kami akan selalu berusaha mempelajari Alkitab dan melihat apa yang hendak Allah sampaikan melalui Alkitab.
Tetapi kami akan tetap menyakini bahwa apa yang tertulis dalam Yohanes 1 adalah Firman Allah. Firman yang Allah sampaikan kepada Yohanes dan dituliskan oleh Yohanes. Buku apapun bisa mengklaim Yohanes 1 bukan Firman Allah. Tetapi itu hanyalah pandangan manusia, bukan perkataan Allah
~
Noni
Jesus Park mengatakan
~
Saudara Khajis,
Semua orang telah menerima janji Allah yaitu keselamatan, untuk menjadi anak-anak Allah tinggal mengaktifkannya saja. Bagaimana caranya?
“Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya (Isa); orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah ” (Injil, Rasul Yohanes 1:12-13). Menerima keselamatan dari Allah (Isa), mengikuti perintah dan menjauhi larangan-Nya. “Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah” (Injil, Surat Galatia 4:7).
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Park,
Setiap orang yang menerima Isa Al-Masih adalah Allah pasti dijadikan anak, bukan hamba. Bukankah menjadi anak akan mendapatkan hak waris? Kami berharap saudara-saudara di forum ini merenungkannya.
~
Solihin