Jika diminta memilih antara “Budak Allah atau Anak Allah” seseorang pasti akan memilih menjadi Anak Allah. Sebagaimana seorang bapak mengasihi anaknya, daripada seorang budak. Mengapa?
Hak-hak Seorang Budak
Secara umum, seorang hamba tidak punya hak dasar. Mereka seperti properti. Pemilik boleh membeli atau menjual budaknya kapan saja.
Juga, budak tidak mendapat warisan sama sekali. Pemilik boleh memperlakukan hamba dengan kekerasan dan kebencian. Hamba hanya bekerja, makan, dan tidur.
Kebanyakan hamba dan pemilik tidak punya hubungan yang baik. Alasannya, karena kepatuhan adalah dasar untuk hubungan di antara mereka. Jika budak mematuhi perintah-perintahnya, pemilik senang. Jika tidak, pemilik akan marah.
Hubungan pemilik dan hamba tidak didasarkan kepercayaan atau kasih. Hamba menyerah kepada pemiliknya bukan karena dia mengasihi pemiliknya, atau ingin yang baik untuk pemiliknya. Hamba mematuhi perintah-perintah karena takut hukuman dari pemiliknya.
Hak-hak Anak
Sebaliknya, anak-anak memiliki banyak hak. Anak-anak adalah anggota keluarga dan pasti mendapatkan warisan dari orang-tuanya.
Kasih dan kepercayaan adalah dasar untuk hubungan antara ayah dan anak. Biasanya anak mematuhi perintah-perintah ayahnya karena mengasihi ayahnya dan ingin membahagiakannya. Dia melakukan itu bukan karena merasa takut kepada ayahnya.
Anak mematuhi perintah-perintah bukan agar ayahnya mengasihinya. Tapi karena Bapaknya sudah mengasihinya. Bapak akan menghukum anaknya, tapi itu terjadi karena Bapak ingin yang terbaik untuk anak tersebut.
Budak Allah atau Anak Allah Dalam Islam dan Kristen
Dalam Islam, hubungan antara Allah dan manusia, seperti relasi tuan dan hamba. Allah selalu menyebut orang Muslim hamba.
Al-Quran menuliskan, “Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadat), hampir saja jin-jin itu desak mendesak mengerumuninya” (Qs 72:19). “Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya” (Qs 25:1).
Dalam agama Kristen, relasi Allah dan umat-Nya seperti relasi Bapa dan anak. Allah mengasihi manusia tanpa batas dan tanpa syarat. Allah selalu ingin yang terbaik untuk anak-anak-Nya. Kebenaran ini hanya karena Isa Al-Masih. Karena “. . . Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya [Isa Al-Masih/Kalimatullah] sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita” (Injil, Surat 1 Yohanes 4:9-10). Supaya “ . . . semua orang yang menerima-Nya [Isa Al-Masih] diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah . . .” (Injil, Rasul Besar Yohanes 1:12-13).
Berkat menjadi anak Allah ialah “ . . . menjadi ahli waris Kerajaan [sorga] yang telah dijanjikan-Nya kepada barangsiapa yang mengasihi Dia”(Injil, Surat Yakobus 2:5).
Pilihah Yang Terbaik Bagi Diri Anda!
Menjadi budak Allah atau anak Allah yang Anda inginkan? Jika ingin mengalami kasih Allah dan jaminan sorga-Nya, Anda harus percaya kepada Isa Al-Masih.
[Staf Isa dan Islam – Untuk informasi lebih lanjut, silakan mendaftar untuk menerima secara cuma-cuma Buletin Mingguan “Isa dan Al-Fatihah.”]
Fokus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Menurut Saudara mengapa menjadi anak Allah lebih baik bahkan terbaik?
- Manakah yang Saudara pilih, hamba Allah yang dinilai ketaatannya, atau anak Allah yang beroleh kasih dan jaminan sorga dari Allah? Mengapa?
- Mengapa Isa berkuasa menghapus dosa-dosa manusia dan menjadikan kita anak-anak Allah?
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Artikel Terkait
Berikut ini link-link yang berhubungan dengan artikel di atas. Jika Anda berminat, silahkan klik pada link-link berikut:
- Mengapa Sebaiknya Muslim Mengenal Allah Sebagai “Bapa”?
- Lebih Baik Hidup Sebagai “Anak” Ataukah “Hamba” Allah?
- Pewaris Surga: Untuk “Hamba Allah” (Islam) Atau “Anak Allah” (Kristen)?
- Ke Sorga, Mengapa Tidak Cukup Menjadi Kekasih Allah?
- Dapatkah Isa Al-Masih Menanggung Dosa Manusia?
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
Heriyanto mengatakan
Bissmillahirrohmaanirrohiim,
Sorga bukan utk diwariskan kepada manusia tetapi akan dihadiahkan kepada manusia.
Alasannya:
Secara logika Allah itu maha mampu, maha hidup, maha kekal, maha abadi dn maha segalanya. Jadi sangat mustahil kalau Allah mewariskan kerajaan-Nya kepada manusia. Istilh warisan hanya berlaku di dunia saja.
Alasanya:
Manusia akan mengalami penuaan dan kematian yang akhirnya meninggalkan harta bendanya, maka dari itu wajar kalau orang tua mewariskan pada anak cucunya, tapi Allah tidak seperti itu.
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Sdr. Heriyanto,
Minta maaf karena saya terpaksa menghapus sebagian komentar saudara karena melebihi satu kolom.
Ketika seseorang menerima Isa Al-Masih maka dia akan menjadi anak-anak Allah, “Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;” (Injil, Rasul Besar Yohanes 1:12). Wajar jika seorang anak mendapatkan warisan dari bapanya, dan warisan adalah hadiah ataupun pemberian karena bukan hasil usaha dari yang menerimanya.
Allah mengaruniakan kerajaan-Nya yakni sorga-Nya kepada anak-anak-Nya dengan cuma-cuma karena Allah mengetahui bahwa dengan usaha manusia mustahil untuk memperoleh sorga-Nya, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.” (Injil, Surat Efesus 2:8-9).
Heriyanto mengatakan
~
Anak Allah/Hamba Allah keduanya hanya sekedar istilah/status. Status anak Allah hanya sekedar anggapan bukan anak yang sesungguhnya karena Allah tidak pernah melahirkan. Jadi, tidak ada dalam kenyataan. Status Hamba Allah benar adanya dan ada dalam kenyataan karena Allah menciptakan bukan melahirkan.
Qs.Al Ikhlas ayat 1-4:
1. Katakanlah (Muhammad) Dialah Allah yang maha esa
2. Allah tempat meminta segala sesuatu
3.(Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan
4. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia
Itu sudah cukup jelas buat kami dan tidak ada yang perlu diragukan lagi dan Allah sudah berulang kali menunjukkan kebenaran tentang Islam. Setiap ada bencana alam Allah selalu melindungi masjid dan Al-Qur’an. Itu nyata.
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Heriyanto,
Tepat sekali yang disampaikan oleh saudara bahwa Allah tidak pernah melahirkan. Bila kita mencermati artikel di atas secara cermat, maka kita menemukan adanya perbedaan mendasar antara status anak dengan hamba. Anak memiliki hak waris. Sedangkan hamba tidak memiliki hak waris. Tentu bukan saja hak waris, hak untuk berbicara pun terbatas. Bukankah demikian?
Kami bertanya kepada saudara. Manakah yang leibh baik menjadi anak atau budak? Mengapa?
~
Solihin
Heriyanto mengatakan
~
Bissmillahirohmanirrohim,
Jujur karena saya mahkluk ciptaan Allah, saya lebih memilih status hubungan saya dengan Allah sebagai seorang hamba yang nyata adanya, dan saya juga memilih status sebagai seorang anak hanya dengan sesama manusia saja. Allah menciptakan manusia, jin, dan binatang dengan status dan kedudukan yang berbeda. Apakah sdr mau disebut sebagai anak jin/anak binatang? Kedudukan Allah dengan manusia sangat jauh berbeda. Jadi jangan bermimpi yang terlalu berlebihan.
Memang benar kalau seorang anak lebih berhak daripada seorang budak tapi perlu sdr ketahui, status budak dengan hamba itu berbeda. Budak adalah orang yang sudah dibeli dan hamba adalah orang yang diciptakan, walaupun keduanya sama-sama mengabdi tapi kedudukn seorang hamba lebih terhormat, karena secara sadar diri seorang hamba menyerahkan dirinya sendiri kepada sang pencipta dan dipelihara sendiri oleh sang pencipta.
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Heriyanto,
Kami berterima kasih karena saudara telah mengakui bahwa anak memiliki hak dari pada budak. Bila kita mencermati fakta sejarah, maka budak atau hamba tidak memiliki kedudukan yang sama dengan anak. Hamba atau budak tidak memiliki hak apapun terhadap tuan. Bahkan untuk dirinya sendiri tidak memiliki hak, karena budak dalam genggaman kekuasaan sang tuan.
Berbeda dengan anak. Anak memiliki hak untuk berbicara dan menyampaikan pendapat serta hak waris. Tentu alangkah lebih bijak bila saudara tidak membandingkan kedudukan anak manusia dengan anak jin atau anak binatang. Kami berpendapat bahwa pertanyaan saudara tersebut menunjukkan rasa frustasi atas kedudukan saudara di hadapan Allah SWT. Kami bertanya kepada saudara. Mengapa saudara memilih status budak atau hamba? Bukankah hamba tidak memiliki hak apapun atas dirinya? Bagaimana?
~
Solihin
Heriyanto mengatakan
~
Bissmillahirohmaanirrohiim,
Kenapa banyak orang pintar yang bertanya kepada orang bodoh? Karena orang pintar tidak memiliki dasar pengertian yang kuat, maka dari itu banyak orang pintar yang tersesat. Saya adalah orang yang bodoh tapi saya memiliki dasar pengertian yang cukup. Jadi, saya tahu mana yang benar mana yang salah, mana yang nyata mana yang tidak, mana yang baik mana yang buruk.
Orang mengerti lebih waspada dan selalu mematuhi peringatan-peringatan yang ada, sedangkan orang pintar lebih cenderung mengikuti hawa nafsu, selalu membuat peraturan sendiri dan selalu mengabaikan peringatan-peringatan yang ada. Sungguh beruntung bagi orang yang mengerti karena sudah memiliki jaminan keselamatan, dan celakalah bagi orang yang selalu mengabaikan peringatan.
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Heriyanto,
Mencermati tulisan saudara di atas, maka logika yang digunakan oleh saudara adalah logika jungkir balik. Mengapa orang tidak cerdas menjadi lebih tahu dibandingkan dengan orang yang cerdas? Orang cerdas bertanya kepada orang tidak cerdas untuk menguji kecerdasannya. Karena itu, kami berpendapat bahwa saudara menggunakan logika jungkir balik.
Mencermati tulisan saudara di atas pula, maka kami bertanya kepada saudara. Mengapa saudara tidak menjawab pertanyaan sederhana kami? Apakah tulisan saudara di atas adalah usaha untuk menghindar dari pertanyaan kami? Mengapa saudara memilih status budak atau hamba? Bukankah hamba tidak memiliki hak apapun atas dirinya? Bagaimana?
~
Solihin
Heriyanto mengatakan
~
Audzubillah himinas syaitonirrojim. Bissmillahirohmaanirrohim
Sepertinya sdr yang kurang mencermati jawaban saya. Bukannya saya sudah bilang karena saya adalah mahkluk ciptaan Allah jadi saya adalah hamba Allah. Bukannya sdr juga mahkluk ciptaan Allah? Kenapa sdr mendustai diri sendiri? Sebenarnya apa yang ada dalam pikiran sdr? Warisan?
Sadar sdr, kita ini sama-sama belum tahu kepastiannya. Jadi, tidak usah terlalu berharap sesuatu yang berlebihan dari sesuatu yang kita tidak tahu keberadaanya. Bukannya Injil sudah mengatakan ”Jangan ada orang yang memegahkan diri”. Sebenarnya siapa orang yang memegahkan diri? Islam apa Katolik? Sudahkah sdr mencermati ayat tersebut?
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Heriyanto,
Baiklah! Saudara telah menyatakan bahwa saudara adalah ciptaan Allah. Pernyatan ini tikak menjawab pertanyaan kami. Mengapa saudara memilih status budak atau hamba? Bukankah hamba tidak memiliki hak apapun atas dirinya? Bagaimana? Sederhana sekali! Silakan menjawabnya.
~
Solihin
Heriyanto mengatakan
~
Naudzubillahiminzaliik, Subhanallah, Bissmillahirrohmaanirrohiim
Mohon maaf, sebenarnya saudara ini pura-pura tidak tahu apa benar-benar tidak tahu ya?
Baiklah saya akan menjawab pertanyaan saudara dengan sejelas-jelasnya.
Saya tetap memilih sebagai hamba Allah, mengapa? Karena saya adalah makhluk ciptaan Allah. Bukannya hmba tidak memiliki hak apapun atas dirinya? Benar, karena saya bukan termasuk golongan orang yang gila warisan seperti yang diinginkan orang-orang Kristen. Saya hanya mengharapkan ridho Allah, jika Allah meridhoi hambanya maka Allah akan mnempatkan hambanya di surga. Biarpun anak, tapi kalau durhaka maka dia tidak akan mendapatkan kebahagiaan sedikitpun. Dialah orang yang mendustakan kebenaran dari Allah tempatnya adalah neraka. Sesungghnya Allah maha mengetahui.
Masih kurang jelas?
Sekarang saya balik tanya kepada saudara, dan maaf sebelumnya karena pertanyaan saya di luar tema. Agama Kristen mengajarkan dengan percaya dan mengakui nama Isa maka mereka sudah menjadi anak Allah dan menganggap Isa/Yesus sebagai Tuhan. Padahal sebelum Isa hadir di bumi, Allah itu sudah ada dan Allah sudah menurunkan beberapa nabi sebelum Isa,
Pertanyaan saya adalah seandainya Allah tidak menurunkan Isa ke bumi / tidak ada nama Isa di bumi, terus siapa yang saudara anggap sebagai Tuhan?
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Heriyanto,
Manusia bebas memilih pilihannya. Jika saudara memilih sebagai hamba/budak Allah daripada anak Allah, tentu itu adalah hak saudara. Namun Allah telah memberikan hak seorang anak bagi umat-Nya, sayang sekali jika kita menolak apa yang Allah berikan, bukan?
Seorang anak, tetaplah memiliki hak seorang anak walaupun ia durhaka. Seperti hak dikasihi, mendapatkan perlindungan dan hidup yang layak.
~
Noni
Jesus Park mengatakan
~
Heriyanto,
Menjadi ahli waris surga bukan hal-hal lahiriah. Muslim selalu memandang imannya secara lahiriah seperti surga mendapatkan bidadari, gelang emas, dll. Maka muslim selalu memandang ajaran lain secara lahiriah. Hal ini dibuktikan dengan allah dapat mempunyai anak jika ada wanita. Jadi allah beranak itu berasal dari Islam sendiri.
Jika percaya pada Isa akan menjadi anak Allah dan sudah ada kepastian (tidak sama dengan muslim) dan bukan dari mimpi dan juga bukan ajaran kristen, tapi itu yang diajarkan Isa. Tidak mungkin iman dari imajinasi, sesukanya. Apakah muslim suka dengan imajinasi, mengambil ajaran yang disukai, jika tidak disukai maka dibuang?
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Park,
Menjadi anak-anak Allah merupakan suatu keistimewaan tersendiri. Sebab Allah yang mahakuasa berkenan mengangkat manusia berdosa diterima dalam sorga-Nya. Jelas, ini merupakan kebahagiaan tersendiri.
~
Solihin
Zulkifli mengatakan
~
Bismillahirrahmanirrahim,
Saya lebih memilih menjadi hamba Allah yang Maha dalam segala hal dan itu menurut saya lebih baik dari pada menjadi anak dari Tuhan yang tidak maha dalam segala hal. Karena saya yakin bahwa Allah SWT yang kami sembah berbeda dengan Tuhan yang kalian sembah.
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Zulkifli,
Kami menghargai keputusan saudara untuk menjadi hamba Allah. Walaupun hal itu perlu dikaji kembali sebab Al-Quran tidak menjelaskan eksistensi Allah SWT. Bila Allah SWT maha segalanya, maka seyogianya Al-Quran menjelaskan hal ini melalui tindakan konkret dan penyataan diri Allah SWT kepada manusia. Namun, kami bertanya kepada saudara mengacu pada pertanyaan artikel. Manakah yang Saudara pilih, hamba Allah yang dinilai ketaatannya, atau anak Allah yang beroleh kasih dan jaminan sorga dari Allah? Mengapa?
~
Solihin
Jesus Park mengatakan
~
Zulkifli,
Kami tidak akan memaksa saudara untuk menjadi hamba/budak allah islam. Menjadi pengikut Isa, tidaklah mudah karena jika hanya percaya Isa dimulut saja maka saudara tetap bukan bagian dari kerajaan surga dan tidak akan menjadi anak Allah.
Tetapi untuk menjadi hamba saudara hanya perlu bershahadat dan tunduk/patuh, karena menjadi muslim munafikpun tetap diterima menjadi hamba (Qs 49:14). Itu sebabnya allah islam bersabda, “Sesungguhnya, orang-orang munafik itu pada tingkatan, yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun, bagi mereka” (Qs 4:145) dan dibuktikan dengan Qs 19:71 bahwa semua muslim ditetapkan ke neraka.
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Park,
Mencermati fakta yang tertulis dalam Al-Quran akan menolong setiap orang memikirkan ulang tentang ingin menjadi hamba atau anak Allah. Sebab menjadi hamba dalam konteks Islam hanya menghasilkan neraka (Qs 19:71-72). Terima kasih.
~
Solihin
kim mengatakan
~
To sdr staf Isa,
Kisah Para Rasul 3:13 (TB), “Allah Abraham, Ishak dan Yakub, Allah nenek moyang kita telah memuliakan Hamba-Nya, yaitu Yesus yang kamu serahkan dan tolak di depan Pilatus, walaupun Pilatus berpendapat, bahwa Ia harus dilepaskan.”.
Lantas ayat di atas,apakah Yesus juga seorang budaknya Allah? Saya rasa anda akan pusing untuk menjawabnya.
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Kim,
Dalam ayat yang saudara kutip, Rasul Petrus sedang memberitakan tentang Isa Al-Masih yang telah dinubuatkan oleh para nabi jauh sebelumnya. Nabi Yesaya menggambarkan Isa sebagai “Hamba yang menderita”(Yesaya 52 : 13-15). Sebab Isa harus disalibkan, wafat dan bangkit kembali.
Isa mengalami penderitaan yang seharusnya tidak ia alami. Sebab Isa Al-Masih menanggung dosa umat manusia. Isa merendahkan diri-Nya seperti “Hamba”, namun pada akhirnya Isa ditinggikan karena telah menang melawan kuasa dosa yang membelenggu manusia.
~
Noni