Mungkin Anda bingung mengapa orang Nasrani menyebut Allah sebagai Bapa. Apakah ini istilah yang tepat?
Ini adalah pertanyaan seorang Mukmin di Jawa. Ia adalah seorang polisi. Pertanyaannya ini menjadi awal diskusi untuk menjelaskan istilah Allah sebagai Bapa.
Mengerti hal ini akan membuat Anda bisa mengenal Allah. Juga mengerti pandangan orang Nasrani lebih baik. Mari kita simak pembahasannya.
Pemakaian Metafora dalam Al-Quran dan Kitab Allah
Pertama, kita perlu memahami ada banyak pesan yang disampaikan dengan menggunakan metafora atau simbolik. Contohnya, Mukmin mengenal istilah “Kursi Allah.” Qs 2:255 mengatakan kursi Allah meliputi langit dan bumi.
Kita semua tahu Allah dzat rohani. Ia tidak duduk di kursi. Istilah “kursi” adalah metafora yang menggambarkan kuasa mutlak Allah atas alam semesta, bukan?
Kitab Allah juga menggunakan metafora. Kitab Allah tidak pernah berkata orang Nasrani adalah anak Allah secara biologis. Pemakaian istilah “anak” Allah dan Allah “Bapa” merupakan metafora.
Wahyu Allah memakai metafora berulang kali untuk menolong kita mengerti relasi antara manusia dengan Allah.
Pertanyaan Mukmin Mengenai Konsep Allah Sebagai Bapa
Selanjutnya, memang Mukmin mempertanyakan istilah Allah sebagai Bapa. Hal ini karena ada beberapa ayat Al-Quran yang menyatakan metafora berbeda.
Contohnya ayat yang berkata: “Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan” (Qs 112:3). Juga ayat lainnya: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya. Katakanlah: Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu? (Kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya) . . .” (Qs 5:18).
Ayat-ayat ini menyatakan adanya jarak antara Allah dengan manusia. Bahkan akan ada hukuman bagi dosa manusia.
Lebih lanjut umat Islam menginterpretasikan hubungan Allah dengan umat-Nya, layaknya hubungan majikan dan abdinya. Itulah sebabnya Islam menyukai nama: Abdullah atau Abdul yang artinya adalah hamba Allah.
Terdapat beberapa ayat Al-Quran yang mendukung konsep ini. “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu” (Qs 39:10). “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus-asa dari rahmat Allah” (Qs 39:53). Karena itu Mukmin menyukai sebutan sebagai hamba Allah.
Tetapi menariknya orang Nasrani memanggil Allah sebagai Bapa. Mengapakah demikian? Mari kita lihat penjelasannya.
Mengapa Orang Nasrani Memanggil Allah Sebagai Bapa?
Orang Nasrani memanggil Allah sebagai Bapa karena Kitab Allah menggambarkan demikian. Allah adalah gambaran Bapa yang sempurna. Penuh kasih dan kebaikan.
Contohnya, Kitab Taurat menyatakan karakter Bapa yang setia. Dia tidak pernah mengubah atau ingkar pada janji-Nya. Sebagai anak-anak-Nya, kita dapat bergantung sepenuhnya kepada-Nya. “. . . Allah yang setia, dengan tiada kecurangan, adil dan benar Dia” (Taurat, Ulangan 32:4).
Zabur menyatakan Allah sayang umat-Nya. “Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia” (Zabur 103:13).
Injil juga menyatakan Allah sebagai Bapa yang baik. Segala yang dilakukan-Nya untuk kebaikan anak-anak-Nya. “Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang [Allah]” (Injil, Surat Yakobus 1:17).
Bahkan Isa Al-Masih yang Mukmin juga hormati mengajarkan demikian. Isa mengajak umat berdoa sebagai anak datang kepada bapanya. Ia mengajarkan untuk berdoa “Bapa kami yang ada di surga . . .” (Injil, Rasul Besar Matius 6:9-13).
Jadi inilah konsep yang menjadi dasar pola pikir umat Nasrani. Ada banyak dalil yang mendukungnya.
Kenikmatan Orang Yang Mengenal Allah Sebagai Bapa
Allah menjadi Bapa kita menyatakan kasih-Nya bagi manusia. “Camkanlah! Betapa besar kasih yang dikaruniakan kepada kita oleh Sang Bapa, sehingga kita disebut anak-anak Allah. . .” (Injil, Surat I Yohanes 3:1).
Juga menyatakan pemeliharaan-Nya bagi kita. “Lihatlah burung-burung di udara. Mereka tidak menabur, tidak menuai, dan tidak mengumpulkan makanannya di lumbung. Namun, mereka dipelihara oleh Bapamu yang di surga. Bukankah kamu lebih bernilai daripada burung-burung itu?” (Injil, Rasul Besar Matius 6:26).
Sebagai anak-anak Allah, kita juga mendapatkan “warisan ilahi.” “Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak. Jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah” (Injil, Surat Galatia 4:7). Hal ini menyatakan barokah dan rahmat Ilahi dalam kehidupan kita.
Bahkan “penghukuman” Allah juga tergambarkan sebagai didikan bapa kepada anaknya. “. . . Anak-Ku, janganlah engkau marah apabila Tuhan menghukummu. Janganlah putus asa, . . Biarlah Allah mendidik Saudara, sebab Ia melakukan apa yang dilakukan setiap bapa yang mengasihi anak-anaknya. Pernahkah Saudara mendengar tentang seorang anak yang tidak pernah dihajar oleh ayahnya?” (Injil, Surat Ibrani 12:5-7 FAYH).
Tuhan Rindu Menjadi Bapa Anda!
Sangatlah indah untuk bisa “mendekatkan diri” dengan Allah yang Maha Kuasa. Allah rindu agar Anda juga bisa menjadi anak-Nya. Allah rindu mengadopsi Anda menjadi keluarga-Nya!
Namun, dosa memisahkan Allah dengan manusia. Karena itu Allah mengirim Isa Al-Masih ke dunia untuk membuka jalan. Isa Al-Masih memungkinkan hal ini terjadi dengan mengorbankan diri-Nya bagi Anda sebagai penebusan dosa. Inilah bukti kasih Allah bagi setiap kita.
“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya [Kalimat Allah, Isa Al-Masih] yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Injil, Rasul Besar Yohanes 3:16).
Kitab Injil menjelaskan, ketika seseorang menerima Isa Al-Masih sebagai penyelamatnya, maka Allah menjadi bapanya. Dia diadopsi menjadi bagian dari keluarga surgawi.
Betapa indahnya kita yang tidak layak bisa mendapat kasih Allah. Mari mengimani Isa sekarang! Kita bersama-sama bisa menjadi “anak” Allah.
Staf Isa dan Islam – Untuk masukan atau pertanyaan mengenai artikel ini, silakan mengirim email kepada Staff Isa dan Islam.]
Fokus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Bagaimana pendapat Saudara jika Allah benar-benar menjadi Bapa?
- Mengapa nabi Islam bertentangan dengan konsep memanggil Allah “Bapa” walau ini perintah Isa Al-Masih?
- Beranikah Saudara memanggil Allah “Bapa”? Jelaskanlah jawaban Saudara.
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Artikel Terkait
Berikut ini link-link yang berhubungan dengan artikel di atas. Jika Anda berminat, silahkan klik pada link-link berikut:
- Lebih Baik Hidup Sebagai Anak Atau “Hamba” Allah?
- Ceritera Inspiratif Yatim Bagi Mukmin Dan Nasrani
- Pewaris Surga: Untuk “Hamba Allah” (Islam) Atau “Anak Allah” (Kristen)
- Budak Allah Atau Anak Allah, Mana Yang Lebih Baik?
Video:
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
Domba Kecil mengatakan
~
Sayangnya di dalam Al-Qur’an, Al-Masih Isa putra Maryam ini berdoa tidak menggunakan “Bapa” yang seperti klaim mereka Staf dan Pengunjung Kristen. Isa putra Maryam berdoa, “Ya Tuhan kami, turunkanlah kepada kami hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami, yaitu bagi orang-orang yang sekarang bersama kami maupun yang datang setelah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; berilah kami rezeki, dan Engkaulah sebaik-baik pemberi rezeki” (Qs 5:114).
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Domba kecil,
Kami pun tidak tahu mengapa dalam Al-Quran tidak ada ucapan Isa berdoa dan menyebut Allah sebagai Bapa. Sebab dalam Injil, setiap kali berdoa dan juga saat memanggil Allah, Isa seringkali menyebut Allah dengan sebutan Bapa.
“Maka Ia [Isa Al-Masih] maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kata-Nya: “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki” (Injil, Rasul Besar Matius 26:39).
~
Noni
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Domba,
Memang benar sekali bahwa istilah “Bapa” tidak pernah tertulis dalam Al-Quran. Justru ini menimbulkan pertanyaan besar. Mengapa? Sebab dalam Injil, Isa Al-Masih menyebut Allah adalah Bapa. Dan Injil tidak pernah menyatakan bahwa Isa Al-Masih menyebut Allah dengan sebutan Allah. Mengapa? Karena Dia adalah Allah itu sendiri. Silakan saudara klik ini https://tinyurl.com/y8w8qv3r untuk mengetahuinya.
Kami bertanya kepada saudara. Manakah yang lebih indah dan akrab panggilan Allah atau Bapa? Mengapa? Bagaimana menurut saudara?
~
Solihin
Gandhi Waluyan mengatakan
~
Selayakmya manusia berakal sadar diri, bahwa Allah sangat Maha besar. Tidak pantas dan layak Allah diturunkan derajatnya sama dengan manusia hingga Ia dipanggil Bapa. Bahkan nabi utusan-Nya saja dipanggil junjungan. Raja dunia disebut Tuanku atau baginda Raja. Yesus dalam bahasa Inggris disebut Lord atau Tuan Agung. Itulah logika cerdas yang diterapkan Muslim.
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Gandhi Waluyan,
Memang dalam konsep Islam sangat tidak mungkin Allah Sang pencipta dipanggil Bapa. Karena Islam mengajarkan adanya jarak yang jauh antara Allah dan umat-Nya.
Namun dalam Kristen, Allah merupakan Allah yang ingin dekat dengan manusia ciptaan-Nya, sehingga manusia diizinkan memanggil-Nya Bapa yang menandakakn hubungan yang sangat dekat antara Allah dan manusia.
~
Noni
Andri septian mengatakan
~
Kembali lagi kepada tafsiran Alkitab menurut masing-masing seseorang apakah benar atau salah. Kalau menurut saya Isa Al-Masih satu dengan allah maksudnya di dalam hati Isa ada Allah. Begitupun menurut saya karena saya tunggal dengan Allah karena di hati saya ada Allah.
Kenapa Tuhan itu tunggal dengan ciptaannya dan utusannya karena Allah ada di dalam hati manusia tersebut “coba bayangkan apabila seorang manusia tidak memiliki hati, tidak akan mungkinkan dia tahu atau kenal dengan Tuhannya seperti itulah Iblis diciptakan dia tidak percaya di dalam hati Adam ada Allah dan sepertilah itulah juga janji iblis ingin menghilangkan Allah di dalam hati manusia.
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Andri,
Alangkah lebih baik bila saudara membaca Injil tersebut secara menyeluruh dan cermat. Sebab mengartikan Isa Al-Masih dan Bapa adalah satu dalam pengertian karena di dalam Isa Al-Masih ada Allah tidak sesuai dengan keseluruhan teks tersebut. Jika maknanya seperti itu, mengapa Isa Al-Masih hendak dilempari oleh orang-orang Yahudi? Mohon pencerahan.
~
Solihin
Aprizal mengatakan
~
Jadi, yang menjadi Tuhan Allah atau Yesus karena di situ menjelaskan bapak dan putra jadi ada dua tokoh?
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Aprizal,
Bapa dan Isa Al-Masih merupakan dua Pribadi, tetapi satu hakikat, yaitu Allah. Ini menjelaskan keesaan Allah. Sebab keesaan memiliki arti satu kesatuan yang utuh, bukan tunggal mutlak. Itu sebabnya, umat Kristen memanggil Allah dengan sebutan “Bapa”. Sebab sebutan “Bapa” memiliki makna keintiman relasi.
Bagaimana dengan Allah SWT? Apakah saudara memiliki keintiman relasi dengan Allah SWT? Bagaimana cara saudara untuk memiliki keintiman dalam relasi dengan Allah SWT?
~
Solihin
Rianti mengatakan
~
Jika Nabi Isa A.S menyuruh kaumnya menyembah kepada Allah, kenapa kaum Nasrani menyembah Nabi Isa A.S? Tolong dijawab.
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Rianti,
Orang Yahudi atau kaum-Nya bukannya menerima Isa Al-Masih sebagai nabi atau imam mereka melainkan menolak dan membunuh-Nya. Masalahnya karena Isa Al-Masih memerintahkan kepada mereka percaya dan menyembah diri-Nya. Jika tidak, tentu Isa Al-Masih tidak di benci sehebat itu. Namun, para pengikut Isa Al-Masih mula-mula 12 orang, kemudian bertambah banyak menjadi lebih dari 3000 jiwa hanya dalam waktu kurang lebih tiga tahun. Mereka itu menyembah Isa Al-Masih sebagai Tuhan sama seperti saat ini, milyaran manusia menyembah-Nya.
~
Noni
Yudi mengatakan
~
Ilustrasi dari Bapa, Anak, Roh Kudus sbb:
Jika kita membeli mobil merk Toyota, apakah kita akan disebut pemilik pabrik Toyota? Tidak, bukan (kita mahluk ciptaan)? Tetapi jika mengakui bahwa mobil Toyota tersebut adalah produk Bapa (Isa), maka oleh pabrik (Bapa) tersebut dianggap salah satu produknya dan mendapat fasilitas, ganti olie, spare part, dll (diangkat sprti anaknya sendiri).
Roh kudus itu sistem dari keadaan mekanisme dari seluruh produk mobil Toyota tersebut, bilamana ada kendala maka Roh Kudus yang memberitahu di mana letak kesalahannya. Dengan keadaan seperti ini itulah fasilitas Allah kepada kita dapatkan, jika kita mengakui Toyota itu, dan sebaliknya kalau kita tidak mengakui produk Toyota tersebut.
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Yudi,
Kami berterima kasih untuk ilustrasi yang diberikan oleh saudara. Kami berpendapat bahwa kita perlu berhati-hati dalam membuat sebuah ilustrasi. Sebab yang sedang dibahas adalah Allah. Tentu Allah tidak sama dengan mobil. Mobil adalah benda mati. Tentu tidak demikian dengan Allah. Lagi pula, Allah adalah mahakuasa, sehingga mengilustrasikan dengan sebuah mobil, maka kita sedang membatasi dan mengabaikan keseluruhan sifat Allah.
~
Solihin
Dea mengatakan
~
Saya ingin menjawab komentar pak Purnama yang menanyakan bukankah pengertian hamba Allah seperti dengan abdi Allah/kata lain budak? Di dalam Al-Qur’an tidak satu firman Allah yang menyatakan umatnya budak melainkan hamba. Tolong jangan menafsirkan menurut anda. Dalam firman Allah tidak perna menggunakan kata untuk merendahkan umatnya. Dan kami tidak menggunakan penggunaan kata bapa dan anak karena Allah yang berfirman dalam Al-Qur’an surah al-ikhlas ayat 3.
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Dea,
Sesungguhnya pendapat saudara di atas saling bertolak belakang. Allah SWT menyatakan Muslim adalah hambanya. Bukankah kata ‘hamba’ merupakan budak? Sedangkan kata ‘bapa’ dan ‘anak’ menjelaskan tentang relasi yang dekat.
Kami bertanya kepada saudara. Manakah relasi yang lebih dekat, bapa-anak atau tuan-hamba? Mengapa? Bagaimana saudara?
~
Solihin
Jesus Park mengatakan
~
Dea,
Apa perbedaan hamba dengan budak menurut saudara? Jika allah islam memerintah shalat, puasa, dll apakah muslim boleh menolak? Apa akibatnya jika menolak perintah allah islam? Tentu saja sebagai hamba tidak dapat menolak perintah allah islam, lalu apa bedanya dengan budak?
Injil tidak pernah mengajarkan jika Allah/Bapa mempunyai anak bernama Isa. Kristen memanggil Bapa sebagai kedekatan hubungan Bapa dan anak seperti keluarga. Konsep allah mempunyai anak diyakini oleh ajaran islam yang mengakui dan percaya allah islam dapat mempunyai anak jika beristri (QS 6:101). Jadi muslim termasuk saudara melempar konsep ajaran islam seolah-olah allah beranak diajarkan Injil.
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Park,
Konsep Bapa-anak menekankan relasi yang dekat. Konsep ini yang tidak dimiliki oleh saudara-saudara Muslim. Tentu kita perlu mendoakan agar mereka memiliki relasi yang dekat dengan Allah. Terima kasih.
~
Solihin
Jerro mengatakan
Puji Tuhan situs ini sangat memberkati, dan membantu saudara Muslim untuk memahami kebenaran. Kami akan terus mendoakan supaya Tuhan memberi hikmat dan kekuatan untuk terus menjadi saksi. Amin
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Sdr. Jerry,
Terimakasih atas dukungan doa dari saudara dan semoga situs ini dipakai Tuhan untuk mewartakan kabar keselamatan melalui Isa Al-Masih.
~
Juni
Oyong Mukti Tama mengatakan
~
Kalau saya melogikakannya begini. Sebenarnya tujuannya sama menyembah Allah dan taat kepadanya, hanya pada masa Nabi Isa, Allah memakai metode seperti yang dijelaskan di atas. Mungkin ketika itu harus didatangkan sesosok wujud manusia yang benar-benar nyata seperti apa yang disebutkan dalam kitabnya kemudian seiring pergantian generasi umat.
Al-Quran menyempurnakan kitab-kitab sebelumnya yaitu Injil dan Taurat. Artinya para penerima kitab Allah yaitu Nabi memiliki peran yang sama hanya bedanya umat nasrani mempercayai bahwa Yesus bisa menjamin ampunan hambanya dan seharusnya umat Nasrani juga mengetahui hal ini, Al-Quranlah penyempurna kitab sebelumnya. Hindari mengkaji hal dzatNYA.
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Oyong,
Kami dapat memahami pemikiran saudara. Manusia memiliki suatu rasa dalam dirinya untuk menyembah kepada Allah. Walaupun kata ‘rasa’ tidak dapat menggambarkan kerinduan yang besar terhadap penyembahan kepada Allah. Lebih dari itu, penyembahan yang dilakukan memiliki harapan adanya hubungan yang dekat dengan Allah. Ini yang disebut dengan relasi.
Pengikut Isa Al-Masih memanggil Allah dengan sebutan ‘Bapa’ karena memiliki relasi yang dekat dengan Allah. Bagaimana dengan Islam? Apakah umat Islam memiliki relasi dengan Allah SWT? Dapatkah saudara menjelaskan hal ini?
~
Solihin