Disamping menerima nama “Muhammad” penganut agama Islam mencintai nama dari kata Arab “Abd al.” Contohnya: Abdul, Abdullah, Abdussalam, Abdurrahman, Abdulkarim, Abdul Mahmud, dll. Umat Islam menyayangi nama ini karena menjelaskan hubungan Mukmin dengan Allah, yaitu sebagai panggilan abdi Allah atau budak-Nya.
Tetapi apakah “abdul” Allah, panggilan abdi Allah, menggambarkan relasi termulia antara Allah dan umat-Nya. Apakah ada panggilan-panggilan lain yang mengemukakan hubungan yang lebih intim dan mulia daripada “abdul” Allah?
Panggilan Allah untuk Nabi Ibrahim
Dalam Kitab Para Nabi, Ibrahim dipanggil “Sahabat Allah.” Bukankah lebih hebat menjadi “Sahabat Allah” daripada “Abdi Allah”?
Anda menginginkan sahabat yang dekat, yang setia, yang mengerti hati Anda, bukan? Betapa indahnya kalau kita mempunyai “Sahabat sejati yang lebih akrab dan erat dari saudara sekandung” (Taurat, Amsal Salomo 18:24). Lebih hebat lagi bersahabat dengan Allah.
Isa Al-Masih bersabda, “Aku tidak memanggil kamu hamba [abdi] . . . Aku memanggil kamu Sahabat” (Injil, Rasul Besar Yohanes 15:15). Jadi pengikut-Nya menerima panggilan “Sahabat.” Kalau Anda menginginkan hubungan lebih intim dengan Allah, email kami
Mau Jadi “Abdi” Kakak atau “Adik Kesayangan” Kakak?
Kita senang mempunyai kakak yang baik dan mencintai kita, bukan? Apakah lebih baik disebut “adik” kakak atau “abdi” kakak? Siapa ingin kedudukan sebagai “abdi” kakak?
Menurut Injil Allah, Isa Al-Masih memakai metafora “kakak” untuk menjelaskan hubungan-Nya dengan pengikut-Nya. Ialah “kakak” yang penuh kasih, maha-kuasa dan sedia menolong mereka. Karena Dia “kakak,” maka para pengikut menjadi adik-Nya (Injil, Surat Ibrani 2:11).
“Abdi” Allah atau “Anak” Allah?
“Abba” adalah kata Armaik kuno. Artinya dalam hampir semua bahasa Semitik ialah Bapa. Malahan istilah “Abba” mungkin salah satu kata yang terkenal di dunia. Derivatif-derivatif ialah papa, pa, abuna, abu, abbas, baba. Di bahasa Indonesia: bapak, pak, ayah.
Yang aneh, Isa Al-Masih menyuruh pengikut-Nya, pada waktu berdoa (salat), memulai dengan kata, “Bapak [Abba] kami . . .” Kalau membaca Injil, tidak mengherankan bahwa berulang kali pengikut Isa Al-Masih menerima panggilan “anak Allah.” Kalau Anda kurang senang dengan panggilan Bapa untuk Allah, mengemail kami.
Kedudukan yang Anda Inginkan: Abdi Allah atau Sahabat-Nya?
Mungkin Anda puas dengan panggilan Abdi/budak, ataupun pembantu Allah. Tetapi tidak salah mempertimbangkan keindahan menerima panggilan tambahan seperti “Sahabat” Isa Al-Masih, “Adik” Isa Al-Masih apalagi “anak” Allah Bapa. Sebetulnya semua panggilan ini menyatakan kedudukan dan hubungan kita dengan Allah, bukan?
Kebanyakan pengikut Isa Al-Masih menyukai panggilan “Anak Allah.” Setiap hari mereka boleh mendekati Allah, mendengarkan suara-Nya, menikmati kasih-sayang-Nya. Bapak mereka maha-kuasa dan penuh kasih-sayang. Sebagai Bapak, Ia melindungi mereka serta menjamin mereka rumah di surga.
Kalau Anda rindu menjadi “Anak Allah” tidak sulit. Hanya berdoa, “Allah, karena saya percaya kepada Isa Al-Masih sebagai Juruselamat saya, jadikanlah saya anak Dikau!”
[Staf Isa dan Islam – Untuk masukan atau pertanyaan mengenai artikel ini, silakan mengirim email kepada Staff Isa dan Islam.]
Fokus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Kalau Saudara anggap “abdi” Allah panggilan terbaik untuk penganut agama, coba jelaskan keunggulannya atas panggilan “anak Allah,” “adik Isa Al-Masih” atau “Sahabat Allah” dan “Sahabat Isa Al-Masih.:”
- Apakah salah, tidak masuk akal untuk Allah memanggil pengikut-Nya sebagai anak-anak-Nya? Jelaskan jawaban Saudara.
- Antara panggilan “Sahabat Isa,” “Adik Isa” dan “Anak Allah”, mana yang paling disukai Saudara?
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Artikel Terkait
Berikut ini link-link yang berhubungan dengan artikel “Abdi Allah atau Sahabat Allah, Kedudukan Mana yang Terbaik?“ Jika Anda berminat, silakan klik pada link-link berikut:
- Budak Allah atau Anak Allah, Mana yang Lebih Baik?
- Lebih Baik Hidup Sebagai “Anak” Ataukah “Hamba” Allah?
- Pewaris Surga: Untuk “Hamba Allah” [Islam] atau “Anak Allah” [Kristen]
- Mengapa Sebaiknya Muslim mengenal Allah Sebagai “Bapa’
Video:
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
hakkullah mengatakan
~
“Dalam Kitab Para Nabi, Ibrahim dipanggil “Sahabat Allah.” Bukankah lebih hebat menjadi “Sahabat Allah” daripada “Abdi Allah”?”
Respon:
Begitu saja anda tidak mengerti, shahabat Allah, sudah pasti Abdullah. Abdullah belum tentu shahabat. Kita ini semua budak Allah. Ada yang taat dan ada yang durhaka (Injil, Rasul Besar Yohanes 15:15). Maksudnya, orang itu shaleh. Jadi bukan hanya sekedar budak saja, tapi diangkat derajatnya menjadi orang shaleh, maka panggilannya menjadi shahabat. Kalau bukan shahabat, namanya apa? Musuh. Jadi, shahabat lawannya musuh. Dalam Al-Quran “‘aduwwullah” musuh Allah, shahabat dalam Al-Quran “waliyullah”. Jadi budak itu ada nama-namanya. Begitu cara memahaminya.
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Hakkulah,
Artikel di atas menjelaskan tentang hirarki hubungan. Ada perbedaan mendasar antara sahabat dengan budak. Kedudukan sahabat tidak sama dengan budak. Sahabat memiliki relasi yang lebih dekat, bahkan sahabat merupakan tempat untuk mencurahkan isi hati. Amat berbeda dengan budak. Budak memiliki kedudukan tuan-hamba. Artinya hamba tidak memiliki relasi yang dekat karena budak merupakan pekerja.
Pertanyaannya adalah apakah budak dapat memiliki relasi yang dekat dengan tuannya dan memiliki hak untuk mendengarkan isi hati sang tuan? Bagaimana dengan sahabat menurut saudara? Kami ingin mengetahui konsep saudara mengenai hal ini.
~
Solihin
hakkullah mengatakan
~
Antum ngerti tidak arti budak itu? Kalau gak ngerti kagak usah ngomong tentang Islam, nanti jadi fitnah. Saya kasih ilmu sedikit buat antum. Abdun itu artinya hamba. Kalau budak, bahasa arabnya aiman.
Hamba bahasanya lebih lembut daripada perkataan “budak”, makanya Allah sebutkan dalam Al-Quran “aimanukum” budak-budakmu, bukan ‘a’badun. Kalau dilihat dari segi pencipta, kita tetap budak. Kagak usah malu dibilang budak, emang kita budak. Kalau hubungan manusia dengan manusia, kagak bisa. Namanya kita direndahkan harga diri kita. Kalau dengan Allah masa kita malu, kita emang rendah, Allah itu Maha Tinggi. Yang mengangkat derajat kita adalah Allah. Antum jangan terlalu gengsi dengan Tuhanmu.
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Hakkulah,
Jika Al-Quran menyebut umat Islam sebagai budak Allah. Kitab Injil menuliskan bahwa Allah tidak menyebut umat-Nya sebagai budak. Allah tidak memandang rendah manusia. Allah menyebut umat-Nya sebagai anak Allah. Anak berarti memiliki posisi dan hak sebagai anak. Anak berarti memiliki hubungan yang akrab dengan Bapanya.
Bahkan Isa Al-Masih menyebut para pengikut-Nya sebagai sahabat, “Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat…” (Injil, Rasul Besar Yohanes 15:15).
~
Noni
hakkullah mengatakan
~
Anda lupa, shahabat lawannya musuh. Baik lawannya jahat. Hidup ini berpasang-pasangan. Mana pasangannya sahahabat? Anda tidak paham isi Alkitab. Anda cuma ikut-iktan saja. Apakah musuh bisa dikatakan shahabat? Tidak bisa bedakan mana baik dan buruk, kalau semua dianggap baik. Tidak melihat kenyataan. Jangan di rumah saja, Pak. Bacalah situasi yang ada, jangan jadi buta, tidak mengenal masyakat dan lingkungan. Semoga anda mau belajar itu. Jadilah orang pintar dan jangan jadi orang bodoh.
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Hakkulah,
Saudara menyampaikan tentang dikotomi. Tentu itu dapat dipahami. Namun, pernyataan saudara tidak menjawab pertanyaan kami. Kami mengajukan pertanyaan sederhana kepada saudara dan mudah. Pertanyaannya adalah apakah budak dapat memiliki relasi yang dekat dengan tuannya dan memiliki hak untuk mendengarkan isi hati sang tuan? Bagaimana dengan sahabat menurut saudara? Bagaimana saudara menjelaskan hal ini?
~
Solihin
Avis islam sampai mati mengatakan
~
Memang salah budak kita anggap sahabat. Di agama Islam dan pandangan Allah SWT semua sama, tidak ada perbedaan apa pun itu, termasuk budak.
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Avis,
Ada perbedaan mendasar antara kata ‘menganggap’ dengan realita sesungguhnya. Tidak pernah tuan menganggap budak sebagai sahabat bila memandang dari aspek sejarah. Hanya Isa Al-Masih yang menyatakan bahwa kita adalah sahabat-Nya. Bukankah ini indah? Bila saudara menyatakan bahwa Allah SWT memandang semua sama, maka kami ingin mengetahuinya. Tertulis dimanakah dalam Al-Quran bahwa Allah SWT memandang semua manusia sama? Berharap saudara mampu membuktikan, dan bukan berasumsi.
~
Solihin
silau mengatakan
~
To: Admin Noni,
Saya ingin bertanya kenapa dalam PL manusia disebut hamba Tuhan (Mzm 132:10, Mzm 113:1) tetapi dalam PB disebut “anak” atau “sahabat” Tuhan? Apakah natur Tuhan terhadap manusia bisa berubah-ubah?
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Silau,
Saudara memberikan pertanyaan yang baik sekali. Sesungguhnya Allah memandang manusia sebagai sahabat. Misal, Abraham. Allah menyampaikan rencananya kepada Abraham tatkala ingin menghukum Sodom dan Gomora (Taurat, Kejadian 18:16-33). Dengan demikian, kita memerhatikan bahwa Allah memandang manusia berharga dalam setiap zaman. Hal ini tidak ada hubungan dengan natur Allah.
Kami bertanya kepada saudara. Bagaimana dengan Allah SWT? Apakah Allah SWT memandang manusia sebagai sahabat atau budak? Mengapa?
~
Solihin
silau mengatakan
~
Solihin: “Sesungguhnya Allah memandang manusia sebagai sahabat. Misal, Abraham. Allah menyampaikan rencananya kepada Abraham tatkala ingin menghukum Sodom dan Gomora (Kejadian 18:16-33)… Kami bertanya kepada saudara. Bagaimana dengan Allah? Apakah Allah memandang manusia sebagai sahabat atau budak?”
Res: Abraham bukan sahabat Allah. Tiada sekutu bagi Allah. Tuhan melebihkan Abraham kerana dia adalah seorang hamba yang baik dari sisi Tuhan. Di Al-Quran, semua manusia adalah hamba Tuhan yang diuji dan mempunyai tanggung-jawab tertentu. Yang baik disukai Tuhan yang jahat dikutuk Tuhan. Tiada istilah anak atau sahabat Tuhan. Semua manusia tetap berstatus hamba tidak akan berubah selamanya.
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Silau,
Adalah hak saudara untuk menyatakan bahwa Abraham bukan sahabat Allah. Sebab Taurat menyatakan bahwa Allah menyampaikan apa yang menjadi rencananya kepada Abraham. Dengan demikian, kita mengetahui bahwa Abraham bukan budak, melainkan sahabat. Karena itu, agar diskusi ini bersifat mendalam, maka kami berharap saudara menjawab pertanyaan kami. Bagaimana dengan Allah SWT? Apakah Allah SWT memandang manusia sebagai sahabat atau budak? Mengapa?
~
Solihin
hakkullah mengatakan
~
Saya tidak menjelaskan itu, tapi saya menjelasan hukungan kita dengan Maha Pencipta. Sahabat itu pengertian ada tiga: sahabat rasul, sahabat sesama kita dan sahabat kepada Allah. Anda tidak bisa mendefinisikan semua sama. Pertanyaan anda harus mengerti itu. Apakah budak punya relasi dekat dengan tuannya? anda tahu fungsi budak? Apakah Allah mengeluh pada kita?
Kita tidak malu dibilang budak Allah, kenapa kita harus malu? Sesama manusia kita diberikan kebebasan dan merdeka, tapi kebebasan ada aturannya. Apakah kita sudah merdeka? Mengapa masih ada aturan? Anda harus paham, fungsi budak itu apa. Anda tidak mengerti fungsi budak itu. Yang anda tahu, budak seperti itu.
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Hakkulah,
Kami menghargai pendapat saudara di atas. Namun, pendapat tersebut tidak menjawab pertanyaan kami. Pertanyaannya adalah apakah budak dapat memiliki relasi yang dekat dengan tuannya dan memiliki hak untuk mendengarkan isi hati sang tuan? Bagaimana dengan sahabat menurut saudara? Bagaimana saudara menjelaskan hal ini?
~
Solihin
Abdullah mengatakan
~
Menarik sekali. Dari sini kita mengetahui dengan jelas, bahwa Islam sangat detil dan konsisten dalam menjelaskan hubungan vertikal dan horizontal antara pencipta & ciptaan, atau antara ciptaan dengan ciptaan lainnya. Inilah konsep penyembahan yang sempurna yang dibawa Islam ke seluruh umat manusia.
Dan bukankah akan lebih indah jika kata-kata “Bapa” digantikan dengan “Rabb” yang secara struktural lebih jelas perbedaannya antara pencipta dengan makhluk (ciptaan)? “Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?” (QS. az-Zukhruf :87).
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Abdullah,
Kami menghargai pendapat saudara di atas bahwa Islam konsisten dengan hubungan vertikal dan horizontal. Namun, konsistensi tersebut tidak memiliki dampak bila tidak ada relasi yang dekat dengan Allah. Memanggil Allah dengan sebutan ‘Bapa’ memiliki kedekatan personal yang amat dekat. Amat berbeda memanggil Allah SWT dengan ‘rabb’. Panggilan demikian menegaskan tentang adanya jarak antara Allah SWT dengan manusia.
Kami bertanya kepada saudara. Menakah yang lebih dipilih oleh saudara, dipanggil budak Allah atau anak Allah? Mengapa?
~
Solihin
hakkullah mengatakan
~
“Apakah budak dapat memiliki relasi yang dekat dengan tuannya dan memiliki hak…”
Respon: Dalam Islam, masing-masing ada hak. Sedang dalam agama Kristen, budak tidak memiliki hak apapun, karena mereka mengikuti pendapat internasional. Kita bisa bicara dengan budak, bisa mengeluarkan isi hatinya. Kedudukan budak dengan kita di hadapan Allah sama. Makanya datang Islam, mengangkat derajat budak, bahkan diperintahkan membebaskan budak. Jadi pertanyaan anda ngawur. Pengajuan pertanyaan anda itu, masing-masing memiliki pendapat. Yang kita bahas itu adalah kita dengan Maha Pencipta. Itu lebih penting daripada pertanyaan anda yang penuh dengan berbeda-beda pendapat. Jadi harus tahu, apa fungsi budak?
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Hakkulah,
Kami menghargai pendapat saudara. Walaupun tulisan saudara di atas masih bersifat asumsi sebab belum ada bukti bahwa Islam memandang budak sama dengan tuan. Faktanya, budak diperlakukan tidak semestianya di Arab. Bagaimana mungkin saudara menyatakan bahwa budak dan tuan sama? Jika demikian, mengapa nabi saudara memperlakukan budak sebagai wanita yang tidak baik (Qs 33:50)? Mohon pencerahan.
~
Solihin
Abdullah mengatakan
~
Saudara Solihin,
Saya setuju sekali jika kita harus menjaga & menjalin relasi hingga sangat dekat dengan Allah. Namun dalam hal ini kita juga perlu mempertimbangkan etika dan porsi dalam hubungan, apalagi porsi ini untuk pencipta kita. Menjawab pertanyaan Anda, saya memilih menjaga porsi yang tepat dengan sebutan “Rabb” & “Hamba-Nya”.
Saya berikan permisalan sederhana seperti ini:
• Bagaimana menurut Anda, panggilan yang baik kepada mertua/orang tua/guru/bos dengan kata “cuy” atau “bro” atau apapun yang menunjukkan kedekatan kita dengan mertua/orang tua/guru/bos kita? Tepatkah porsinya?
• Mana yang lebih indah, jika kita memanggil mereka dengan “Pak” atau “Bu” atau yang semisal (porsi) nya?
Staff Isa dan Islam mengatakan
~
Saudara Abdullah,
Menarik sekali pendapat saudara di atas. Analogi yang digunakan saudara untuk membandingkan panggilan kepada Allah dan kepada manusia tidak tepat. Kami tidak memanggil Allah dengan sebutan coy, bro, atau yang lainnya. Sebaliknya, kami memanggil Allah dengan sebutan ‘Bapa’. Suatu sebutan yang menunjukkan kedekatan. Bagaimana dengan Allah SWT? Mengapa saudara lebih memilih dipanggil budak Allah?
~
Solihin